Monday, June 25, 2018

AGAR ORANG TUA TAKUT TUHAN

Mengenang masa kanak-kanak maka ingatan yang lekat dari ayah adalah sosok cenderung pendiam,pemikir,pekerja tekun,jujur.Ibu lebih terbuka,suka mendongeng,memasak,buat roti hingga kulakan.
Kalau mau tidur wajib gosok gigi dan cuci kaki dulu.Ibu saya suka mendongeng sebagai pengantar tidur (yang diingat kisah sinterklas-sosok baik, dan Touverheck-sosok jahat…entah nulisnya betul apa tidak).Bangun tidur (ibu tugaskan) tempat tidur wajib dirapikan.Mau makan harus cuci tangan.Ini semua terkait kesehatan dan kedisiplinan.Ayah sering mengajarkan berhitung,selain bersihkan kamar mandi .Dan ada pesan yang selalu ditanamkan adalah ; harus Berdikari ,Hargai Waktu-Karena waktu tidak bisa berputar balik,dan, Mengalah Untuk Menang.
Orangtua punya warung.Beranjak agak besar,mungkin SD klas 5-6 sudah ada tugas keliling jual kain batik hingga kulakan.Saat SMP ,sepulang sekolah,makan siang,ada tugas jaga warung (+ ibu beri tugas menjahit mori bahan kain batik tulis,di warung ada mesin jahit).Saya punya hobby main sepakbola dengan teman sebaya(+juga orang dewasa).Diijinkan ke tanah lapang setelah warung ditutup jam 16.00.Penutup toko dari papan kayu jati berjumlah 12 lembar harus dipasang urut sesuai nomor.Ada satu papan yang harus di ganjal pakai potongan kayu sebelum ambil dan pasang papan berikut(karena longgar). Suatu sore,karena akan ikut pertandingan,menutup warung dengan terburu-buru.Sampai di lembar yang longgar ,lupa memasang/menyelipkan kayu pengganjal.Akibatnya,pas ambil lembar papan berikut,papan tersebut terlepas,jatuh mengenai almari kaca dan pecah.Ayah marah-marah,tapi saya tetap bisa ke lapangan.
Diatas almari pakaian di kamar tersedia gitik (dari bilah bamboo yang sudah dihaluskan) yang biasanya untuk atasi anak-anak(khususnya yang laki) bila ribut(biasa dipukul dipantat atau di betis…istilahnya “disabet”).Kalau ibu mengatasi keributan anak, “cukup” simple,dengan menjiwit atau meneot dipaha.Dan ini sudah membuat kapok-kapok.
Orangtua mendidik anak-anaknya dengan menanamkan banyak nilai-nilai yang dikemudian hari dirasakan positif.Meski seringkali “kompak” dengan cara-cara yang “tidak populer”, tapi tidak pernah saya merasa di “bully” maupun “KDRT”.
Dari jaman dulu hingga Kini,adalah wajar,orang tua selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anak dan keluarganya.Ayah saya punya kebiasaan tengah malam keluar ke halaman rumah sambil membawa dupa berkomat-kamit menghadap ke langit.Saya masih kecil/SD ingat pernah bertanya terkait apa yang dilakukan, ayah saya menjawab : “Papah sedang Sembahyang Tuhan Allah”
Yang dirasakan berbeda ,adalah seringnya orangtua ke-kini-an berujar “agar anak takut Tuhan”.
Sah-sah saja ,orang tua berharap yang terbaik.Anak (memang) titipan Tuhan.
Yang tidak boleh dilupakan, orangtua juga punya kewajiban mendidik dengan membekali anak-anak dengan contoh-contoh,bimbingan, hingga teguran bahkan sanksi agar sang anak memahami mana yang seharusnya dan harus dilakukan,dan mana perilaku semestinya dan yang mesti dihindari. Orang tua harus mau meluangkan waktu,pikiran hingga tenaga untuk membekali semaksimal mungkin pada anak.Termasuk bila harus “memaksakan” dalam kaitannya demi mendidik anak terlatih menahan diri,ulet,kerja keras,mandiri,tidak terlarut jor-joran menuruti apa yang diinginkan anak,apalagi kalau jelas berdampak negatif.
Bukan Tugas yang ringan buat orang tua,tapi wajib dilakukan .Agar setelah dewasa setidaknya anak sudah punya bekal memadai dan pondasi berperilaku yang baik untuk menapaki kehidupannya kedepan.Melalui pembekalan tak kenal lelah orang tua inilah diharapkan akal budi pekerti si anak mulai terbentuk jadi kebiasaan baik dari rumah.Pemahaman si anak pun tak pada Tuhan yang Maha Menakutkan/Takut Pada Tuhan ,tetapi nuraninya akan lebih peka berdering dan menjadi alarm bila akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik. Ini semua harus secara terus menerus, setidaknya sampai anak usia 17 tahun.Di Usia dewasa inilah barulah orangtua memberi ruang untuk anak menambah wawasan diluar rumah.
Lebih memilih cara populer dengan menuruti semua keinginan anak sebetulnya sama dengan abai,tidak membekali anak.Perilaku hidup sehat,disiplin,pendidikan budi pekerti tidak bisa dipasrahkan sepenuhnya pada pengasuh maupun sekolah.Apalagi bila ortu lebih suka mengikuti keinginan (apalagi sifat konsumtif) anak .Ini sama saja jalan pintas biar ortu tidak repot/anak tidak berisik.Semakin menjadi ironi,dengan menempatkan Tuhan (seolah) sebagai “monster”/sosok untuk menakut-nakuti anak sementara pihak orang tua justru melakukan pembiaran.Padahal sejatinya tidak melaksanakan semestinya tugas mendidik anak(meski dikemas dengan dalih karena orangtua sudah repot cari uang demi anak ,hingga, sayang anak).
Ada baiknya Orang tua selalu mawas diri.Maka pesan terbaik yang seharusnya disampaikan saat merayakan kelahiran ,ulang tahun anak ,lebih tepat juga ditujukan ke para orang tua.Bukannya sebatas “Agar anak takut Tuhan” tapi juga “AGAR ORANG TUA TAKUT TUHAN” .(karena telah dititipi anak oleh Tuhan).Semarang,25 Juni 2018

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home