Monday, June 14, 2021

NOTHING IMPOSSIBLE (Ketika Semesta Berkehendak)

Senin 14 Juni 2021 jam 12.05 - 12.10 Teringat fenomena alam unik bersamaan setiap acara bakcang-kwecang/ Peh Cun, jadi ingin praktek sendiri langsung untuk kali pertama.Ambil satu telur untuk percobaan.Kok bener telur berdiri.Kuatir hanya kebetulan ,ambil telur satu lagi,.....ahhhhhh ternyata betul ... telur bisa berdiri(lagi). Muncul masalah Gara2 ambil telur lagi ,lupa tutup pintu.Maka berbondong-bondonglah my bodyguard menyusul keluar.Akibatnya, ambil foto fenomena alam sekali setahun ini jadi terburu-buru,kurang konsentrasi.Mem Video? Boro-boro... Karena "berpacu" dengan bodyguard (mopi-mika) yang terus berupaya merangsek untuk menyatroni obyek kamera.....pingin menyantapnya.... Bener2 di RUSH , rusuh dan ngrusuhi temenan.Menjengkelkan pokoke! Harusnya gambar diambil dari beberapa sudut,akhirnya tidak jadi. Mudah2an gambar diatas masih bisa "bercerita" peristiwa alam unik yang terjadi setiap setahun sekali. Ketika Semesta Berkehendak...Terjadilah...dan Tak Ada Yang Tidak Mungkin.

Saturday, June 01, 2019

Intangible Legacy ( Part 2 )

 Hari Sabtu 25 Mei 2019 jelang tengah hari.

Tak sengaja sebetulnya, mendengar istri berbincang serius via ph nya.Ternyata,berbincang dengan kakak sepupunya.Yang menjadikan saya terpanggil untuk "menguping" karena topiknya tentang ada seseorang akan membayar hutang ke ayah kakak sepupunya.Menjadi tidak biasa karena ayah saudara sepupunya(kakak dari ayah istri saya) sudah berpulang tahun 1971....awalnya saya hitung 40 thn lalu.....ternyata salah....sudah 48  tahun lalu (sudah berpulang hampir setengah abad yang lalu).

Penasaran ,saya coba ingin tahu .

Seorang Bapak sudah sepuh sedang mengobrol di tetangga(masih family istri) di toko seberang jalan.
Saya pun ,tanpa sepengetahuan tuan rumah dan tamunya yang sedang asyik ngobrol,dengan minta ijin karyawannya,masuk keruang Tamu ( terpisah dengan tokonya)

Selang beberapa saat tuan rumah masuk sambil membawa amplop putih.

Kemudian  cerita terkait tamu dan amplop putih tersebut.

Jadi bapak sepuh tersebut ,sekitar 65-70 thn ,mencari sebuah alamat untuk memenuhi pesan ibunya yang sudah berpulang tahun 2002.Pesan dan amanat sebelum sang ibu berpulang adalah bahwa beliau pernah dibantu oleh kenalan baiknya(kebetulan kakak ayah istri saya) dan berpesan kepada anak sulungnya(Bapak sepuh diatas) bahwa itu sebagai hutang yang harus dilunasi.


Amanat pesan sang ibu terus diingatnya.
 
Dan hari Sabtu 25 Mei 2019 ,sang anak sulung,menelusuri jalan Kolonel Sugiono Kebumen-mencoba  menemui keluarga yang telah membantunya, untuk menunaikan pesan alm ibunya , mengembalikan uang yang dipinjamnya.
 
Ternyata rumah dari keluarga yang dimaksud sudah berganti Pemilik .Di informasikan oleh pemilik baru bahwa  tahun 1996 (tinggal istrinya) telah pindah ke Jakarta .Sedangkan sang suami telah berpulang tahun 1971.
 
 
 
Oleh penghuni baru ditunjukkan kesalah satu kerabat yang berdomisili di Jl.Pahlawan,kebumen,tidak terlalu jauh dari rumah semula.
Lalu,sang bapak tsb ,menuju ke alamat yang ditunjukkan, setelah bertanya-tepatnya mengecek (apakah betul masih family dekat dengan yang membantu  keluarganya),setelah betul,akhirnya menyampaikan maksudnya untuk membayar "hutang" dari alm ibunya. Diberikan amplop putih ,di dalamnya ada uang tunai Rp. 1.000.000,--(satu juta rupiah)
 

 
Kerabat minta bantuan istri saya untuk menghubungi keluarga yang dimaksud sang Bapak.Dan  akhirnya berhasil menghubungi Anaknya ( yg kebetulan 
kakak sepupu) menyampaikan pesan  tsb diatas.
Sang anak merasa tidak kenal (dimaklumi juga, thn 1965 masih kecil dan memang tidak tahu menahu...antar orangtua) dan minta disampaikan bahwa  "tidak usah, sudah ikhlas" .

Mendengar jawaban ini sang Bapak tadi tidak setuju."Namanya "hutang " ya harus membayar/melunasi.Ini sudah dipesankan / diwanti-wanti /diamanahkan orang tua saya"

Ada sedikit pertanyaan terkait uang pelunasan sejumlah Rp. 1 juta.Konon diperkirakan saat dibantu  +/- thn 1965.Masa sih pinjamanya Rp. 1 juta ?  kan besar sekali

Sang Bapak pun berujar.Bahwa nilai Rp. 1 juta masih tidak berarti dibanding bantuan yang diterima dulu.Beliau bilang jaman thn 1965 harga emas berapa? sekarang? dst dst....argumen yang sangat cerdas

Akhirnya uang tersebut diterima dan melalui istri saya ditransfer ke kakak sepupunya.Bapak tadi dimintai alamat karena sepupu istri saya akan menulis surat langsung.Kebetulan beliau  tidak punya no hp...
 
Benar-benar kisah gotong royong ,saling tolong sesama yang tak bersekat.
Luar biasanya ,yang memberi hutang sudah berpulang 48 thn yang lalu(thn 1971).Yang dibantu sudah berpulang 17 thn yang lalu (thn 2002) .Awal itu semua tejadi,thn 1965(54 thn lalu).Dan anaknya (sang Bapak yang juga sudah sepuh) tetap memenuhi pesan alm ibunya tahun 2019(17 tahun sesudah sang ibu berpulang) .Keteladanan yang luar biasa dan nyata .Suatu Warisan nilai-nilai yang luar biasa,(tidak dapat dinilai dengan uang).Benar2, INTANGIBLE LEGACY
 
Disatu pihak kisah saling tolong sesama tanpa pamrih yang tak bersekat.Sementara di pihak yang dibantu memaknai sebagai "hutang" dan  berkomitmen bahwa yang namanya "hutang" harus dibayar lunas dengan  menepati janji meski melalui anaknya .Warisan tentang semangat bergotong royong,saling tolong sesama yang tak bersekat.Dan Warisan tentang komitment tanpa batas untuk menepati janji.Termasuk janji sang anak mewujudkan amanah sang ibu yang sudah alm..Dan komitmen terwujud meski takdir mengharuskan lakon dimana para pihak yang membantu dan dibantu sama-sama sudah tak ada di dunia ini .LUAR BIASA!!!  

Sunday, April 21, 2019

Asuransi:Sakit,NO! SEHAT, YES!!!!! (Amin)



Setelah sempat 2 kali kalah oleh kebimbangan dan urung hadir di acara sebelumnya, kali ini ,seperti biasa,  harus keras pada diri sendiri. Saya putuskan harus hadir. Sekaligus untuk melatih diri agar kuat menghadapi plus mengatasi pergumulan apapun .Dan untuk wujudkan komitmen menjadi pembelajar seumur hidup dengan terus menambah wawasan juga praktek.
15 April 2019,Senin,Topik kali ini membahas tentang market update terkait produk Asuransi oleh team Bank Assurance sebuah bank besar berkaliber Internasional.
Produk yang dipromosikan adalah Asuransi jiwa namun ada  pertanggungan kesehatan, juga mendapat manfaat investasi cukup besar sampai usia cukup panjang (99 thn? Seingat saya).  Manfaat Investasi Akan gugur bila tertanggung  meninggal lebih dari usia yang ditanggung. Ada pertanggungan untuk perawatan Rumah Sakit dengan berbagai kriteria penyakit hingga 5 x dari premi yang dibayar / thn,yang dibayarkan selama 7 x = 7 tahun  ( mudah2an tak gagal paham) 

Wajar, sudah membayar premi mahal - mahal maka merasa harus mendapat manfaat yang setimpal dan optimal. 

Ada satu peserta yang membahas agak berbeda. Perlakuan atas pembayaran premi asuransi, boleh tidak menjadi komponen biaya perusahaan untuk kemudian Labanya dikenakan pajak(Earning After Tax)? Mungkin,karena polis qq perusahaan? (Dengan harapan  tidak dimasalahkan lagi oleh pajak di pelaporan SPT pribadi...kira-kira ini arahnya?) . Jawaban masih mengambang karena konon masing konsultan pajak beri jawaban berbeda-beda(?)

Yang menarik namun ironis,(demi manfaat optimal ?)terkesan audience sangat antusias membahas tentang manfaat memiliki polis bila sakit yang berat berat/"serem2",Rawat inap di Rumah Sakit mahal, di Rumah Sakit terkenal Luar Negeri dst dst.
(Dalam hati bergumam " Semahal-mahalnya","seterkenal-terkenalnya" tapi tetap lah Rumah Sakit ....bukan RUMAH SEHAT)

Dalam pemahaman saya yang masih sangat dangkal, Asuransi awalnya bisa jadi memanfaatkan kearifan spirit (kebersamaan)sosial.Yang kemudian dikemas jadi produk keuangan kapitalis agar dana yang terhimpun bisa dikapitalisasi dan menjadi pendapatan/keuntungan bagi perusahaan pengelola asuransi. Singkatnya, spirit awalnya adalah Gotong Royong. 
Dalam perkembangannya Asuransi menjadi industri yang menguntungkan.Antar perusahaan asuransipun bersaing ketat. Agar tetap dan terus exist, selain berkreasi di produk,(termasuk produk asuransi kesehatan diantaranya) juga di "pembagian" keuntungan ke pemegang polis. Sehingga semakin marak produk asuransi yang juga berkonten investasi.Tidak ada yang salah,Perusahaan Asuransi tak boleh lagi "serakah"

Wajar memperhitungkan nilai investasi, termasuk ingin meninggalkan Warisan/legacy .Bagian upaya wujudkan sayang keluarga . Masih sepakat. 

Tapi membeli polis dengan fokus  diri sendiri sakit,itupun "menu" sakit yang "spesial", sakit yang mahal......hhhmmmmm........???Sempat terpikir,jangan-jangan paradigma ini muncul karena selalu di"edukasi"kan oleh Industri Asuransi saat berjualan...
Atau ada ekses/"side effect" dimana,  beli polis asuransi + cover penyakit serem2 + rawat inap di RS Terkenal LN = life style...???
Mencoba berpikir jernih.Mungkin ybs tidak ingin merepotkan sanak keluarganya. Dari segi biaya ada benarnya. Tapi namanya ada keluarga sakit, meski si penderita sudah dicover banyak polis asuransi, dengan nilai pertanggungan besar, tetaplah menjadi beban (terutama)  pikiran.Tidak hanya bagi keluarga tapi juga/apalagi bagi si penderita. Sangat Tidak Nyaman.

Haruskah ikut asuransi dengan men "setting" paradigma diri sendiri sakit.. Padahal ada banyak pendapat penyebab penyakit  (justru bisa)karena (sugesti) Pikiran. 

Merenung-renung ,berandai andai  membeli polis asuransi, saya akan tetap focuskan hanya pada Legacy dan Gotong Royong saja. Legacy dengan harapan pembayaran premi juga ada porsi investasi yang menguntungkan.Syukur-syukur  kelak saat jatuh tempo masih bisa menikmati.Kalaupun tidak,  bisa meninggalkan sesuatu yang bermanfaat dan bernilai bagi orang2 yang dicintai .
Pertimbangan Gotong Royong sangat  utama. Tidak apa  bayar premi asuransi.Hitung-hitung untuk gotong royong membantu yang sakit.

Saya sendiri  terus berpola hidup Sehat dan  mohon terus di beri kesehatan prima, Surplus, Mandiri dan Berkontribusi(sebagai pewujudan ungkapan rasa syukur).Sepanjang hayat dan sampai saat pinjaman waktu habis nanti. 

Imaginasi saya mendadak buyar berkeping keping saat seseorang  mendatangi sambil berujar:"Acara sudah selesai, kalau mau ditinggal silahkan"

Sayapun patuh. Segera beranjak pulang
(LIFO,Last In First Out-Datang paling Akhir,Pulang paling Awal)


Semarang, 21 April 2019
Habis Gelap,Terbitlah Terang

Sunday, July 08, 2018

"KERAS"



Cuti Lebaran,keluarga berkumpul.Biasanya kita berbincang saat pagi hari sebelum jam 8.00 dan  sehabis makan malam .Meski cuti lebaran,tapi ada aktifitas  yang berjalan seperti biasa.
Suatu saat,dalam perbincangan,anak saya yang besar bertanya “Menurut Papa,orang itu bisa berubah tidak”?Saya jawab …”Ya pasti berubahlah…lha wong kamu saja dulu bayi sekarang sudah besar”.Terus lanjut bertanya “Kalau aku orangnya bagaimana pah”.Jadilah spontan bercerita bahwa  yang paling menjengkelkan adalah saat saya temani ke toko, memilihnya lama banget(entah beli pensil,bolpoin,buku dll).Tapi itu dulu.Sekarang,meski tetap detail tapi jauh lebih cepat ambil keputusan.Ternyata hal ini diakui,betul oleh anak sulung.Saya membatin“ya betullah,namanya orangtuanya,pasti perhatian dengan perkembangan  anaknya”.Di Surabaya si sulung punya  sahabat karib.Meski mereka ada kesamaan, sama-sama cerianya dan punya solidaritas kuat,tapi sebetulnya ada hal yang bertolak belakang.Anak saya detail,sahabatnya sebaliknya.Persahabatan mereka saling mempengaruhi satu sama lain secara positif.Ya…syukurlah
Untuk mawas diri ,gantian saya bertanya “kalau papa orangnya bagaimana”? dijawab “Pa orangnya KERAS”…..hahhhh ???..saya kaget!.Karena selama ini yang saya rasakan justru anak-anak saya lebih galak ke papahnya daripada sebaliknya.Namun toh untuk memastikan saya bertanya “apa kamu pernah di bully,luka batin dll” Jawabnya “Nggak pernah sih. Bukan itu maksudnya pah,tapi pa orang keras pokok e”
Capai beraktifitas ,biasanya saat malam mudah tertidur.Tapi kali ini  terngiang-ngiang jawaban anak “Pa orangnya KERAS”…wahhh….jangan2 anak-anak pada terluka batin nih.Belum lagi istri….Terus terang jadi kepikiran.

Meski mata merem tapi pikiran melayang berkilas balik.
Saya punya target sampai anak-anak berusia 17 tahun harus meluangkan waktu sebanyak-banyaknya.Pertimbangannya,tidak ingin lihat anak “ujug”2 sudah besar/dewasa. Sesibuk apapun,pokoknya saya ingin berkumpul, bercerita, berbagi secara aktif untuk menanamkan hal2 yang (menurut saya) baik ke anak-anak.Kenapa sampai usia 17 tahun? Ya waktu itu berandai-andai,siapa tahu setelah kuliah diluar kota(meski saya inginnya sih kuliahnya tetap di Semarang).Ternyata tepat.Anak saya yang sulung ,sampai dengan SMA bersama. Tapi,kuliahnya diterima jalur khusus di perguruan tinggi di Surabaya. Melihat semangatnya, sayapun akhirnya setuju,toh sudah sesuai target, sudah bersama sampai lulus SMA .Si bungsu,berbeda.Kami hanya bersama sampai saat Klas 1 SMA.Karena sesuatu hal,akhirnya pindah ke luar kota.Jadilah tidak sesuai target.Sebelum lulus SMA sudah harus berpisah.Lulus SMA ,ternyata si bungsu juga diterima jalur khusus di Perguruan Tinggi yang sama( pilih sendiri)  di Surabaya.
Saya (bersama istri tentunya) berupaya sebisa mungkin memberi pembekalan,sebanyak-banyaknya.Demi pertimbangan disiplin,kesehatan,menghargai waktu, kemandirian, pendidikan,budi pekerti dll kita memang terkadang bila perlu harus “memaksakan”.Dari sikat gigi,kebersihan,bahkan demi anak tidak ngompol,kami meski ngantuk tetap bangun tengah malam untuk “menatur”/membangunkan anak untuk ajak buang air kecil di kamar mandi.Kami biasa tidur bersama satu kamar.Kita tidak akan permisif,berkompromi membiarkan anak (terbiasa) mengompol dengan dalih tidak tega membangunkan dengan argument“sayang anak”. Saat SD kalau pagi anak-anak susah bangun,wajahnya saya perciki dengan air dingin(tujuannya agar ngantuknya hilang),mandi+sarapan dan tidak terlambat ke sekolah. Dll,dll,dll.Hidup memang pilihan.Disatu sisi mendukung minatnya(a.l Biola,Basket,menentukan sendiri Perguruan Tinggi dan Jurusannya).Tapi disisi lain memilih “memaksa” anak sikat gigi.Dan memang,anak-anak tidak ada yang giginya berlubang.Juga tak ada yang berkaca mata.Mungkin ini yang ditafsirkan sebagai KERAS.Bagaimana setelah usia 17 tahun?Saya tak lagi mengatur seperti saat sebelumnya.Lebih banyak mendengar.Berpendapat kalau ditanya ,dan sharing kalau dipandang perlu.Selebihnya obrol ringan saja.

Berhenti Merokok.
Sepulang kerja anak-anak masih kecil biasa menyambut.Badan lelah,pikiran sudah “low batt” mendadak  kembali segar rasanya.Spontan merengkuh anak-anak untuk di gendong sambil dengar celotehan yang selalu berganti topik.Awalnya,lancar-lancar saja. Namun,begitu si sulung lewat balita, mulai berubah. Setiap akan di gendong justru berontak sambil berteriak“….papah bau”.Si bungsupun ketularan.Saat itu saya perokok aktif.
Protes anak-anak “ …papah bau..” mengganggu pikiran dan mengusik batin secara kuat.Sejak itu, berusaha lebih keras untuk berhenti merokok. Merubah persepsi menjadi bukan perokok saja sudah tantangan luar biasa . Jangankan tidak merokok.Saat (sengaja) tidak berbekal rokok saja sudah “aneh”.Dan biasanya  teman-teman langsung menawarkan rokoknya karena dianggap saya “kelupaan”.
Ikuti saran agar ke dokter gigi untuk membersihkan karang/plak yang merupakan “sedimentasi”  nikotin yang menempel di gigi(dihitung sejak SMA/aktif merokok).Konon,plak gigi ex nikotin itu mirip yang menempel di pipa rokok.Kalau tidak dihilangkan ibarat candu.”Sensasi”nya akan kuat menggoda  kembali ke kebiasaan lama (merokok).
Setelah sebelumnya sering gagal berulang, akhirnya bulan September 1997 berhasil berhenti merokok secara total.Semakin yakin bahwa telah bebas dari rokok adalah saat bermimpi merokok,saya bisa mendadak terbangun dan antara sadar-tidak sadar  bergumam kesal pada diri sendiri “…lho kok merokok lagi ya? Khan katanya pingin berhenti?” Jadi,mimpi merokokpun sudah menyesal banget.
Yang sangat disyukuri adalah untuk berhenti merokok  diberi semacam triger/pemicu (“hanya”) berupa protes keras anak-anak“….nggak mau…papah bau…”.Bukan karena sakit….beruntung banget
Saya mungkin “keras”  terhadap anak-anak (meski sebenarnya niatnya JELAS) demi membekali untuk masa depannya. Mudah2an upaya keras (salah satunya) dengan berhenti dari (“hobby”) merokok,bisa menjadi penyeimbang sikap “keras” saya ke anak-anak dimasa lalu.Karena  saya juga  Keras pada diri sendiri.
Apapun,menjadi orangtua memang harus menjadi pembelajar seumur hidup 
(Semarang,8 Juli 2018)                            


Monday, June 25, 2018

AGAR ORANG TUA TAKUT TUHAN

Mengenang masa kanak-kanak maka ingatan yang lekat dari ayah adalah sosok cenderung pendiam,pemikir,pekerja tekun,jujur.Ibu lebih terbuka,suka mendongeng,memasak,buat roti hingga kulakan.
Kalau mau tidur wajib gosok gigi dan cuci kaki dulu.Ibu saya suka mendongeng sebagai pengantar tidur (yang diingat kisah sinterklas-sosok baik, dan Touverheck-sosok jahat…entah nulisnya betul apa tidak).Bangun tidur (ibu tugaskan) tempat tidur wajib dirapikan.Mau makan harus cuci tangan.Ini semua terkait kesehatan dan kedisiplinan.Ayah sering mengajarkan berhitung,selain bersihkan kamar mandi .Dan ada pesan yang selalu ditanamkan adalah ; harus Berdikari ,Hargai Waktu-Karena waktu tidak bisa berputar balik,dan, Mengalah Untuk Menang.
Orangtua punya warung.Beranjak agak besar,mungkin SD klas 5-6 sudah ada tugas keliling jual kain batik hingga kulakan.Saat SMP ,sepulang sekolah,makan siang,ada tugas jaga warung (+ ibu beri tugas menjahit mori bahan kain batik tulis,di warung ada mesin jahit).Saya punya hobby main sepakbola dengan teman sebaya(+juga orang dewasa).Diijinkan ke tanah lapang setelah warung ditutup jam 16.00.Penutup toko dari papan kayu jati berjumlah 12 lembar harus dipasang urut sesuai nomor.Ada satu papan yang harus di ganjal pakai potongan kayu sebelum ambil dan pasang papan berikut(karena longgar). Suatu sore,karena akan ikut pertandingan,menutup warung dengan terburu-buru.Sampai di lembar yang longgar ,lupa memasang/menyelipkan kayu pengganjal.Akibatnya,pas ambil lembar papan berikut,papan tersebut terlepas,jatuh mengenai almari kaca dan pecah.Ayah marah-marah,tapi saya tetap bisa ke lapangan.
Diatas almari pakaian di kamar tersedia gitik (dari bilah bamboo yang sudah dihaluskan) yang biasanya untuk atasi anak-anak(khususnya yang laki) bila ribut(biasa dipukul dipantat atau di betis…istilahnya “disabet”).Kalau ibu mengatasi keributan anak, “cukup” simple,dengan menjiwit atau meneot dipaha.Dan ini sudah membuat kapok-kapok.
Orangtua mendidik anak-anaknya dengan menanamkan banyak nilai-nilai yang dikemudian hari dirasakan positif.Meski seringkali “kompak” dengan cara-cara yang “tidak populer”, tapi tidak pernah saya merasa di “bully” maupun “KDRT”.
Dari jaman dulu hingga Kini,adalah wajar,orang tua selalu mendoakan yang terbaik untuk anak-anak dan keluarganya.Ayah saya punya kebiasaan tengah malam keluar ke halaman rumah sambil membawa dupa berkomat-kamit menghadap ke langit.Saya masih kecil/SD ingat pernah bertanya terkait apa yang dilakukan, ayah saya menjawab : “Papah sedang Sembahyang Tuhan Allah”
Yang dirasakan berbeda ,adalah seringnya orangtua ke-kini-an berujar “agar anak takut Tuhan”.
Sah-sah saja ,orang tua berharap yang terbaik.Anak (memang) titipan Tuhan.
Yang tidak boleh dilupakan, orangtua juga punya kewajiban mendidik dengan membekali anak-anak dengan contoh-contoh,bimbingan, hingga teguran bahkan sanksi agar sang anak memahami mana yang seharusnya dan harus dilakukan,dan mana perilaku semestinya dan yang mesti dihindari. Orang tua harus mau meluangkan waktu,pikiran hingga tenaga untuk membekali semaksimal mungkin pada anak.Termasuk bila harus “memaksakan” dalam kaitannya demi mendidik anak terlatih menahan diri,ulet,kerja keras,mandiri,tidak terlarut jor-joran menuruti apa yang diinginkan anak,apalagi kalau jelas berdampak negatif.
Bukan Tugas yang ringan buat orang tua,tapi wajib dilakukan .Agar setelah dewasa setidaknya anak sudah punya bekal memadai dan pondasi berperilaku yang baik untuk menapaki kehidupannya kedepan.Melalui pembekalan tak kenal lelah orang tua inilah diharapkan akal budi pekerti si anak mulai terbentuk jadi kebiasaan baik dari rumah.Pemahaman si anak pun tak pada Tuhan yang Maha Menakutkan/Takut Pada Tuhan ,tetapi nuraninya akan lebih peka berdering dan menjadi alarm bila akan melakukan tindakan-tindakan yang tidak baik. Ini semua harus secara terus menerus, setidaknya sampai anak usia 17 tahun.Di Usia dewasa inilah barulah orangtua memberi ruang untuk anak menambah wawasan diluar rumah.
Lebih memilih cara populer dengan menuruti semua keinginan anak sebetulnya sama dengan abai,tidak membekali anak.Perilaku hidup sehat,disiplin,pendidikan budi pekerti tidak bisa dipasrahkan sepenuhnya pada pengasuh maupun sekolah.Apalagi bila ortu lebih suka mengikuti keinginan (apalagi sifat konsumtif) anak .Ini sama saja jalan pintas biar ortu tidak repot/anak tidak berisik.Semakin menjadi ironi,dengan menempatkan Tuhan (seolah) sebagai “monster”/sosok untuk menakut-nakuti anak sementara pihak orang tua justru melakukan pembiaran.Padahal sejatinya tidak melaksanakan semestinya tugas mendidik anak(meski dikemas dengan dalih karena orangtua sudah repot cari uang demi anak ,hingga, sayang anak).
Ada baiknya Orang tua selalu mawas diri.Maka pesan terbaik yang seharusnya disampaikan saat merayakan kelahiran ,ulang tahun anak ,lebih tepat juga ditujukan ke para orang tua.Bukannya sebatas “Agar anak takut Tuhan” tapi juga “AGAR ORANG TUA TAKUT TUHAN” .(karena telah dititipi anak oleh Tuhan).Semarang,25 Juni 2018

Monday, April 09, 2018

SAAT SEHAT JADILAH BERKAT

Saya orang yang sangat malas ke dokter,apalagi ke Rumah Sakit.Bersyukur sejauh ini saya dikaruniai kesehatan baik.Namun,sudah sebulan ini ,harus bolak-balik ke Rumah Sakit sehubungan dengan ada sedikit masalah di otot tendon yang di lengan dan bahu kanan. Merasakan “ kelainan “ ini sejak Oktober 2017,coba sembuhkan dengan pijat refleksi.Dipijat dari sekitar kaki,telapak kaki kanan,lengan kanan dan telapak tangan kanan.Dibanyak titik(kaki kiri dan kanan) tidak ada yang sakit.Namun saat dipijat bagian jari tengah kaki kanan bagian bawah terasa “klethuk”...”klethuk” seperti ada tali/otot “bundet” yang saat diurai melalui pijat refleksi menimbulkan sensasi luar biasa berupa rasa nyeri yang tak terkira.Memang tidak membuat saya berteriak apalagi menangis(diijinkan)…tapi membuat tersentak bangkit terduduk dari posisi tidur terlentang dan sambil mengaduh...duhhhh...duhhhh.Ini saya jalani sebanyak 5 kali sepanjang Bulan November hingga Desember 2017.Karena ada libur Natal,pijat rutin dijadwal lanjut sehabis Natal , tanggal 27 Desember 2017.Pada waktu yang sama ,mamah saya mendadak masuk ICU karena serangan jantung.Mungkin karena kelewat lama mbolos pijat refleksi dan adanya kesibukan lain,teringat nyerinya , berdampak nyali saya untuk pijat refleksi menurun drastis.
Sampai akhirnya bulan Maret 2018 lengan kanan kembali terasa mengganggu dan kebiasaan stretching yang sudah rutin saya lakukan dirasa tidak effective mengatasi masalah di lengan kanan .Mengikuti anjuran teman di Jakarta ,saya akhirnya dirujuk dokter BPJS ke sebuah Rumah Sakit ke bagian Poli Syaraf(Note: pijat refleksi dilakukan anak dokter BPJS/diluar fasilitas BPJS).Dan sejak itulah disamping ada obat,harus mengikuti therapy seminggu 2 kali sebanyak 6 kali nonstop,kalau mbolos hangus.Saking pinginnya pulih,meski tidak kalah sakitnya dengan pijat refleksi(hanya saja therapist langsung focus ke otot tendon di lengan dan di bahu kanan) saya paksakan untuk sesuai jadwal.Menanti gilirannya lama-saat di therapy sakit/nyerinya membuat saya berulang nyaris kapok,tapi terus paksakan diri.Bersyukur ada kemajuan sangat berarti.Terima kasih untuk para dokter dan para therapist.
Menanti giliran dipanggil sering dengan membaca Koran, chatting terkait kerjaan,maupun sekedar chatt ringan di group.Juga kadang diajak berbincang.Itupun waktu masih luang.Sehingga tak jarang mendengar perbincangan sesama pasien.Dari bertukar pengalaman sakit,cerita tentang dokter,dll,semua berlangsung akrab,cair meski dari latar belakang ber-beda2(status social hingga yang bersifat primordial).Masih ditambah,sesama pasien atau keluarga selalu saling menyemangati.Ucapan ‘Cepat Sembuh”,”Cepat Pulih”,”Cepat Sehat” meluncur tulus dan sepenuh hati,saya yakin itu semua menjadi doa-doa,…bahkan meski baru saling mengenal.
Saya jadi merenung, haruskah Bhineka Tunggal Ika,Rasa Persatuan,Ketulusan hanya dapat dilihat pada para orang sakit/keluarga pasien ?Sementara ada yang sehat walafiat justru menggunakan karunia sehatnya untuk mengolok-olok,nyinyir,memfitnah,menyebar ujaran kebencian, menghasut, dll yang bersifat untuk memecah belah?
Haruskah jatuh sakit dulu hanya untuk merasakan dan memahami indahnya perbedaan, ketulusan,keihlasan dan Rasa Persatuan?
Jadi Teringat lagu dari dokter yang beritanya akan di pecat IDI meski telah menolong banyak orang sakit stroke.Sbb:
…Jangan …sia-sia kan…
…Apa…Yang Tuhan Beri,
Hidup ini harus jadi Berkat.
OOO Tuhannnn…
Pakailah Hidupku,
Selagi …..aku masih kuat.
Bila saatnya nanti,
Aku tak berdaya lagi….
Hidup ini…..sudah jadi Berkat
(Tulisan ini untuk menghibur diri pelihara kemauan dan nyali,karena masih harus menjalani therapy putaran ke 2 ,6 kali lagi ,mulai 27 April 2018,sampai selesai.Pingin cepat pulih,kembali “otot kawat balung wesi” agar terus jadi Berkat buat keluarga dan sesama)
Semarang, 9 April 2018


Saturday, April 07, 2018

INTANGIBLE LEGACY (Part 1)

Jumat 6 April 2018 ,saya sedang antri menunggu obat di RS Elizabeth.Sambil menunggu tangan kanan saya tekuk ke belakang,telapak tangan nempel dipunggung saya jepit di posisi tertinggi di punggung dengan kursi.Ini dilakukan karena ada sedikit masalah di otot tendon lengan dan bahu,sehingga harus berobat dan therapy .Saking pingin cepat pulih,saya melakukan streching cara ini (sambil bersandar di kursi),dimana saja-dan kapan saja, meski harus melawan nyeri.Ternyata cukup membantu pemulihan.Sehingga saya terus melakukan “exercise” ini disetiap kesempatan di saat tidak therapy sekalipun.
Seorang bapak ,sama-sama mengantri obat,berjalan menghampiri dan duduk disamping saya, ditemani istrinya.Beliau tampaknya memperhatikan apa yang saya lakukan,tanpa saya sadari. Saya diajak berbincang dan ditanya ,semua terkait dengan masalah otot tendon yang sedang saya therapy.Saya disemangati untuk terus melakukan stretching rutin.Sampai akhirnya berbincang akrab.Cerita kebiasaan masa mudanya yang suka ngebut 120 km/jam (!),dll. Masa kecilnya yang berdikari ,bahkan beliau berkisah secara baik-baik menolak pembagian warisan dari orang tuanya (sampai ortunya pada akhirnya memahami).Saking asyiknya mendengarkan saya sampai nyaris lupa menanya.
Tersadar, sayapun bertanya; “siapa yang sakit pak”? dijawab ;”Saya…saya kena CA getah bening dan habis kemo” …sambil membuka topinya ???!!!!....Terus terang saya kaget.Yang membuat kaget bukan penjelasan sakitnya,namun karena raut wajahnya(orang banyumas bilang ;ulatnya) terang ,penuh senyum dan semangat luar biasa meski yang dideritanya bukan penyakit biasa.Di ceritakan dengan wajah berbinar,bahwa saat ini lidahnya belum pulih mengecap rasa tapi terus makan seperti biasa.Kakinya yang juga belum pulih sepenuhnya/agak kebas.Yang membuat saya geleng-geleng adalah ternyata beliau ke Rumah Sakit dengan menyetir sendiri(!)…alasannya:Tidak mau merepotkan anak anaknya. Diceritakan, anak-anaknya 5 orang telah lulus Perguruan Tinggi dan mandiri semua.Dan selalu berpesan ke anak-anaknya untuk jangan mengharapkan warisan orang tua.Pokoknya anak2nya didorong semua berdikari.Mungkin Sadar kalau penyakitnya tidak biasa,beliau sudah berpesan ke anak-anaknya bahwa kalau saatnya berpulang nanti,harta yang ada untuk Ibunya anak-anak(istrinya). Pembicaraan sempat terputus,saat beliau sejenak memandang saya dan berkata “saya kok rasanya tidak asing…pernah lihat sampeyan dimana ya?”.Saya menjawab “mungkin wajah saya pasaran ya pak…jadi banyak yang mirip-mirip” Beliau tertawa dan cerita kalau sebelum di kemo/sakit, memelihara Kumis dan berjenggot panjang,Juga rambutnya dia biarkan gondrong.
Karena obat saya racikkan ,harus menunggu relative lama.Tapi waktu berjalan terasa cepat mendengar cerita,wejangan,nasihat dan sharing beliau.Tiba saatnya,beliau dapat panggilan untuk mengambil obat.Selesai mengambil obat,beliau masih melambaikan tangan ke saya,sehingga saya buru-buru menghampiri beliau “cepat sehat pak”..”Ya ,terima kasih,saya mau turun ,mobil saya dibawah”(di basement)….. dalam hati saya berdoa “cepat sehat bapak dan jangan lupa hati-hati nyetirnya”
Berlalunya beliau,saya merenungkan kisah yang di ceritakan.Khususnya pesannya ke anak-anaknya untuk harus berdikari dan tidak boleh berharap warisan.Kok terasa pas banget dengan yang dipesankan alm papah ke saya .Kalau dipikir-pikir benar sekali.Warisan nggak usah diharap (apalagi diperebutkan….amit-amit).Lha kan sudah pasti. Ya Harta –benda sebagai warisan berujud(tangible ) sudah jelas ada pewarisnya dan semua diatur oleh Hukum,sehingga jauh lebih mudah diwariskan.Bahkan untuk “menolak” sebagai pewarispun diatur/ ada hukumnya.Tapi,jangan lupa, Berdikari,Jujur,Semangat Berusaha, Pantang menyerah,ketulusan,ke ikhlasan berbagi,disiplin, keuletan dll yang diajarkan orangtua sebenarnya juga Warisan.Hanya saja bersifat tak berwujud(intangible).Dan ini (Intangible Legacy) sebetulnya bagian yang Terutama dan Terpenting yang diwariskan oleh orangtua ataupun leluhur kita.Harta/Benda (tangible Legacy) seberapapun melimpahnya bisa habis ludes(bahkan dalam waktu sekejap) kalau tidak ada Intangible Legacy yang kuat.Tapi. Intangible Legacy akan melekat sepanjang hayat dikandung badan.Dibanding Tangible Legacy,mewariskan Intangible Legacy jauh lebih menantang karena seringkali tidak populer dan bisa ada apriori hingga resistancy/”penolakan” saat mengajarkan untuk mandiri,hidup sederhana,disiplin ,ulet dll yang bersifat Nilai-Nilai.Apalagi di lingkungan era hedonism melanda dunia.Meski nilai-nilai inilah yang sejatinya adalah Warisan Bernilai Tak Terhingga dan tak bisa ditransaksikan maupun “dikomoditikan”.
Ahh…pantesan ya di komik-komik silat, anak Pendekar tidak selalu 100% jadi Pendekar,meski kitab ilmu silat dengan jurus-jurus terampuh tersedia melimpah + dibimbing orangtuanya sendiri sebagai gurunya+ pedang pusaka diwariskan ke anak sang Pendekar.Ada yang bisa mewarisi atau bahkan melebihi orangtuanya jadi pendekar Hebat dan Super Sakti Mandraguna.Biasanya bukan karena semata ketrampilan ilmu silatnya setinggi langit ke tujuh.Tetapi juga karena terus melengkapi diri dengan mau terus bertekun belajar berguru tak hanya pada orang sakti tetapi juga pada sesama dan alam semesta seisinya sekaligus praktek ketrampilan-ketrampilan bersifat Intangible Legacy.Sehingga ilmunya semakin lengkap menembus bumi (membumi).
Semakin Jelas sudah.
“….Tn Purnomo Iman Santoso….farmasi 7..”panggilan dari petugas bergema… saya tersadar dari lamunan … ternyata obat sudah jadi. Semarang 7 April 2018