Monday, April 09, 2018

SAAT SEHAT JADILAH BERKAT

Saya orang yang sangat malas ke dokter,apalagi ke Rumah Sakit.Bersyukur sejauh ini saya dikaruniai kesehatan baik.Namun,sudah sebulan ini ,harus bolak-balik ke Rumah Sakit sehubungan dengan ada sedikit masalah di otot tendon yang di lengan dan bahu kanan. Merasakan “ kelainan “ ini sejak Oktober 2017,coba sembuhkan dengan pijat refleksi.Dipijat dari sekitar kaki,telapak kaki kanan,lengan kanan dan telapak tangan kanan.Dibanyak titik(kaki kiri dan kanan) tidak ada yang sakit.Namun saat dipijat bagian jari tengah kaki kanan bagian bawah terasa “klethuk”...”klethuk” seperti ada tali/otot “bundet” yang saat diurai melalui pijat refleksi menimbulkan sensasi luar biasa berupa rasa nyeri yang tak terkira.Memang tidak membuat saya berteriak apalagi menangis(diijinkan)…tapi membuat tersentak bangkit terduduk dari posisi tidur terlentang dan sambil mengaduh...duhhhh...duhhhh.Ini saya jalani sebanyak 5 kali sepanjang Bulan November hingga Desember 2017.Karena ada libur Natal,pijat rutin dijadwal lanjut sehabis Natal , tanggal 27 Desember 2017.Pada waktu yang sama ,mamah saya mendadak masuk ICU karena serangan jantung.Mungkin karena kelewat lama mbolos pijat refleksi dan adanya kesibukan lain,teringat nyerinya , berdampak nyali saya untuk pijat refleksi menurun drastis.
Sampai akhirnya bulan Maret 2018 lengan kanan kembali terasa mengganggu dan kebiasaan stretching yang sudah rutin saya lakukan dirasa tidak effective mengatasi masalah di lengan kanan .Mengikuti anjuran teman di Jakarta ,saya akhirnya dirujuk dokter BPJS ke sebuah Rumah Sakit ke bagian Poli Syaraf(Note: pijat refleksi dilakukan anak dokter BPJS/diluar fasilitas BPJS).Dan sejak itulah disamping ada obat,harus mengikuti therapy seminggu 2 kali sebanyak 6 kali nonstop,kalau mbolos hangus.Saking pinginnya pulih,meski tidak kalah sakitnya dengan pijat refleksi(hanya saja therapist langsung focus ke otot tendon di lengan dan di bahu kanan) saya paksakan untuk sesuai jadwal.Menanti gilirannya lama-saat di therapy sakit/nyerinya membuat saya berulang nyaris kapok,tapi terus paksakan diri.Bersyukur ada kemajuan sangat berarti.Terima kasih untuk para dokter dan para therapist.
Menanti giliran dipanggil sering dengan membaca Koran, chatting terkait kerjaan,maupun sekedar chatt ringan di group.Juga kadang diajak berbincang.Itupun waktu masih luang.Sehingga tak jarang mendengar perbincangan sesama pasien.Dari bertukar pengalaman sakit,cerita tentang dokter,dll,semua berlangsung akrab,cair meski dari latar belakang ber-beda2(status social hingga yang bersifat primordial).Masih ditambah,sesama pasien atau keluarga selalu saling menyemangati.Ucapan ‘Cepat Sembuh”,”Cepat Pulih”,”Cepat Sehat” meluncur tulus dan sepenuh hati,saya yakin itu semua menjadi doa-doa,…bahkan meski baru saling mengenal.
Saya jadi merenung, haruskah Bhineka Tunggal Ika,Rasa Persatuan,Ketulusan hanya dapat dilihat pada para orang sakit/keluarga pasien ?Sementara ada yang sehat walafiat justru menggunakan karunia sehatnya untuk mengolok-olok,nyinyir,memfitnah,menyebar ujaran kebencian, menghasut, dll yang bersifat untuk memecah belah?
Haruskah jatuh sakit dulu hanya untuk merasakan dan memahami indahnya perbedaan, ketulusan,keihlasan dan Rasa Persatuan?
Jadi Teringat lagu dari dokter yang beritanya akan di pecat IDI meski telah menolong banyak orang sakit stroke.Sbb:
…Jangan …sia-sia kan…
…Apa…Yang Tuhan Beri,
Hidup ini harus jadi Berkat.
OOO Tuhannnn…
Pakailah Hidupku,
Selagi …..aku masih kuat.
Bila saatnya nanti,
Aku tak berdaya lagi….
Hidup ini…..sudah jadi Berkat
(Tulisan ini untuk menghibur diri pelihara kemauan dan nyali,karena masih harus menjalani therapy putaran ke 2 ,6 kali lagi ,mulai 27 April 2018,sampai selesai.Pingin cepat pulih,kembali “otot kawat balung wesi” agar terus jadi Berkat buat keluarga dan sesama)
Semarang, 9 April 2018


Saturday, April 07, 2018

INTANGIBLE LEGACY (Part 1)

Jumat 6 April 2018 ,saya sedang antri menunggu obat di RS Elizabeth.Sambil menunggu tangan kanan saya tekuk ke belakang,telapak tangan nempel dipunggung saya jepit di posisi tertinggi di punggung dengan kursi.Ini dilakukan karena ada sedikit masalah di otot tendon lengan dan bahu,sehingga harus berobat dan therapy .Saking pingin cepat pulih,saya melakukan streching cara ini (sambil bersandar di kursi),dimana saja-dan kapan saja, meski harus melawan nyeri.Ternyata cukup membantu pemulihan.Sehingga saya terus melakukan “exercise” ini disetiap kesempatan di saat tidak therapy sekalipun.
Seorang bapak ,sama-sama mengantri obat,berjalan menghampiri dan duduk disamping saya, ditemani istrinya.Beliau tampaknya memperhatikan apa yang saya lakukan,tanpa saya sadari. Saya diajak berbincang dan ditanya ,semua terkait dengan masalah otot tendon yang sedang saya therapy.Saya disemangati untuk terus melakukan stretching rutin.Sampai akhirnya berbincang akrab.Cerita kebiasaan masa mudanya yang suka ngebut 120 km/jam (!),dll. Masa kecilnya yang berdikari ,bahkan beliau berkisah secara baik-baik menolak pembagian warisan dari orang tuanya (sampai ortunya pada akhirnya memahami).Saking asyiknya mendengarkan saya sampai nyaris lupa menanya.
Tersadar, sayapun bertanya; “siapa yang sakit pak”? dijawab ;”Saya…saya kena CA getah bening dan habis kemo” …sambil membuka topinya ???!!!!....Terus terang saya kaget.Yang membuat kaget bukan penjelasan sakitnya,namun karena raut wajahnya(orang banyumas bilang ;ulatnya) terang ,penuh senyum dan semangat luar biasa meski yang dideritanya bukan penyakit biasa.Di ceritakan dengan wajah berbinar,bahwa saat ini lidahnya belum pulih mengecap rasa tapi terus makan seperti biasa.Kakinya yang juga belum pulih sepenuhnya/agak kebas.Yang membuat saya geleng-geleng adalah ternyata beliau ke Rumah Sakit dengan menyetir sendiri(!)…alasannya:Tidak mau merepotkan anak anaknya. Diceritakan, anak-anaknya 5 orang telah lulus Perguruan Tinggi dan mandiri semua.Dan selalu berpesan ke anak-anaknya untuk jangan mengharapkan warisan orang tua.Pokoknya anak2nya didorong semua berdikari.Mungkin Sadar kalau penyakitnya tidak biasa,beliau sudah berpesan ke anak-anaknya bahwa kalau saatnya berpulang nanti,harta yang ada untuk Ibunya anak-anak(istrinya). Pembicaraan sempat terputus,saat beliau sejenak memandang saya dan berkata “saya kok rasanya tidak asing…pernah lihat sampeyan dimana ya?”.Saya menjawab “mungkin wajah saya pasaran ya pak…jadi banyak yang mirip-mirip” Beliau tertawa dan cerita kalau sebelum di kemo/sakit, memelihara Kumis dan berjenggot panjang,Juga rambutnya dia biarkan gondrong.
Karena obat saya racikkan ,harus menunggu relative lama.Tapi waktu berjalan terasa cepat mendengar cerita,wejangan,nasihat dan sharing beliau.Tiba saatnya,beliau dapat panggilan untuk mengambil obat.Selesai mengambil obat,beliau masih melambaikan tangan ke saya,sehingga saya buru-buru menghampiri beliau “cepat sehat pak”..”Ya ,terima kasih,saya mau turun ,mobil saya dibawah”(di basement)….. dalam hati saya berdoa “cepat sehat bapak dan jangan lupa hati-hati nyetirnya”
Berlalunya beliau,saya merenungkan kisah yang di ceritakan.Khususnya pesannya ke anak-anaknya untuk harus berdikari dan tidak boleh berharap warisan.Kok terasa pas banget dengan yang dipesankan alm papah ke saya .Kalau dipikir-pikir benar sekali.Warisan nggak usah diharap (apalagi diperebutkan….amit-amit).Lha kan sudah pasti. Ya Harta –benda sebagai warisan berujud(tangible ) sudah jelas ada pewarisnya dan semua diatur oleh Hukum,sehingga jauh lebih mudah diwariskan.Bahkan untuk “menolak” sebagai pewarispun diatur/ ada hukumnya.Tapi,jangan lupa, Berdikari,Jujur,Semangat Berusaha, Pantang menyerah,ketulusan,ke ikhlasan berbagi,disiplin, keuletan dll yang diajarkan orangtua sebenarnya juga Warisan.Hanya saja bersifat tak berwujud(intangible).Dan ini (Intangible Legacy) sebetulnya bagian yang Terutama dan Terpenting yang diwariskan oleh orangtua ataupun leluhur kita.Harta/Benda (tangible Legacy) seberapapun melimpahnya bisa habis ludes(bahkan dalam waktu sekejap) kalau tidak ada Intangible Legacy yang kuat.Tapi. Intangible Legacy akan melekat sepanjang hayat dikandung badan.Dibanding Tangible Legacy,mewariskan Intangible Legacy jauh lebih menantang karena seringkali tidak populer dan bisa ada apriori hingga resistancy/”penolakan” saat mengajarkan untuk mandiri,hidup sederhana,disiplin ,ulet dll yang bersifat Nilai-Nilai.Apalagi di lingkungan era hedonism melanda dunia.Meski nilai-nilai inilah yang sejatinya adalah Warisan Bernilai Tak Terhingga dan tak bisa ditransaksikan maupun “dikomoditikan”.
Ahh…pantesan ya di komik-komik silat, anak Pendekar tidak selalu 100% jadi Pendekar,meski kitab ilmu silat dengan jurus-jurus terampuh tersedia melimpah + dibimbing orangtuanya sendiri sebagai gurunya+ pedang pusaka diwariskan ke anak sang Pendekar.Ada yang bisa mewarisi atau bahkan melebihi orangtuanya jadi pendekar Hebat dan Super Sakti Mandraguna.Biasanya bukan karena semata ketrampilan ilmu silatnya setinggi langit ke tujuh.Tetapi juga karena terus melengkapi diri dengan mau terus bertekun belajar berguru tak hanya pada orang sakti tetapi juga pada sesama dan alam semesta seisinya sekaligus praktek ketrampilan-ketrampilan bersifat Intangible Legacy.Sehingga ilmunya semakin lengkap menembus bumi (membumi).
Semakin Jelas sudah.
“….Tn Purnomo Iman Santoso….farmasi 7..”panggilan dari petugas bergema… saya tersadar dari lamunan … ternyata obat sudah jadi. Semarang 7 April 2018