Friday, June 22, 2012

Keplok-Moyok



(alm) AYAH saya ,adalah sosok yang sederhana dan cenderung pendiam.Beliau,penyandang “title” WBA (Wong Banyumas Asli).Bukan karena lupa,namun  memang tak banyak yang dinasehatkan untuk anak-anaknya.Saking sedikitnya nasehat,jadi mudah teringat.Mengalah untuk Menang,Berani karena Benar ,waar een will is,is een weg (dalam bahasa belanda,saya selalu tulis ulang-mudah2an tidak keliru,yang artinya, dimana ada kemauan-disitu ada jalan),struggle-survival.Nasehat yang selalu ter ngiang hingga kini.Dan satu lagi nasehat yang juga tak bisa dilupakan sepanjang hayat dikandung badan,(maaf ini dalam bahasa banyumasan), aja mung bisa né KEPLOK karo MOYOK.

Ditengah hiruk pikuk era demokrasi,kita dengan mudah menyaksikan hal-hal yang dimasa sebelumnya dinilai tabu.Sekarang orang lebih mudah mengkomunikasikan pendapat berbeda.Kalau di masa sebelumnya orang cenderung (hanya bisa)menggerutu untuk sesuatu yang tidak disetujuinya,kini perbedaan pendapat dapat disampaikan secara lugas .Stigma  vocal,tak lagi populer.Kalau dimasa sebelumnya,teve lebih memilih menayangkan acara dialog yang terskenario,kini media elektronik,sering menayangkan acara-acara yang melibatkan nara sumber kritis dengan sudut pandang berbeda, untuk menanggapi permasalahan yang sama. Sebenarnya ini suatu indikasi positif dalam proses pencerdasan masyarakat.

Media elektronik menayangkan acara dengan thema Debat,pada setiap Pemilu(maupun Pilkada).Inginnya,untuk menggali dan mensosialisasi visi-misi sang calon pemimpin. Namun,ternyata,menyelenggarakan acara Debat tak semudah membuat iklan promosi sang calon.Entah karena terbatasnya waktu,atau moderator maupun penguji dalam menggali visi misi sang calon kurang menggunakan bahasa orang biasa.Alhasil, acara debat sering kali tidak mudah di mengerti masyarakat awam karena bahasa terkesan kelewat elite.Dengan kata lain ,menjadi kurang menarik karena tak mudah dipahami disamping terasa monoton.Bahkan,jangan-jangan, belum tentu juga dipahami sepenuhnya oleh team sukses yang menjadi supporternya.Jadilah,tayangan debat,lebih menjadi ajang tayang (adu) Tepuk Tangan(Keplok) dari masing-masing team sukses. Saatnya tiba untuk mewujudkan janji-janji,masyarakat dengan dibantu media cetak maupun elektronik, memantau.Di era IT,Monitoring di rancang dalam bentuk tayangan on the spot hingga dialog interaktif dengan pemirsa.Di tahapan ini, ketidakpuasan sering terungkap tak lagi sebatas kritik,protes.Di kalangan elite justru,ironisnya, sudah sampai tahap mencela (Moyok).Bahkan, celaan tak selalu ke lawan,tapi juga saling mencela ke kawan sendiri yang dimasa pemilihan diusung dengan gegap gempita sebagai sosok sempurna tanpa cela yang sarat puja.Kalau masyarakat protes dengan bahasa sederhana/to the point namun tetap santun.Para elite, bahasanya berputar-putar agar terkesan santun,meski sebenarnya baru saling mencela.
Kebiasaan Keplok-Moyok,semestinya tegas-tegas harus di stop.Selain tidak sehat,juga tidak mendidik.Kita tentu sepakat Keplok-Moyok  hanya akan me wabahkan perilaku Hipokrit/munafik.Bangsa Indonesia akan menjadi Besar oleh perilaku Jujur Apa Adanya.
(Tulisan ini dalam rangka mengenang sosok Ayah,kebetulan tanggal 17 Juni adalah Fathers day)
 
Semarang ,22-6-2012

(Purnomo Iman Santoso-EI)
Villa Aster II Blok G no. 10,Srondol,Semarang 50268