Sunday, July 08, 2018

"KERAS"



Cuti Lebaran,keluarga berkumpul.Biasanya kita berbincang saat pagi hari sebelum jam 8.00 dan  sehabis makan malam .Meski cuti lebaran,tapi ada aktifitas  yang berjalan seperti biasa.
Suatu saat,dalam perbincangan,anak saya yang besar bertanya “Menurut Papa,orang itu bisa berubah tidak”?Saya jawab …”Ya pasti berubahlah…lha wong kamu saja dulu bayi sekarang sudah besar”.Terus lanjut bertanya “Kalau aku orangnya bagaimana pah”.Jadilah spontan bercerita bahwa  yang paling menjengkelkan adalah saat saya temani ke toko, memilihnya lama banget(entah beli pensil,bolpoin,buku dll).Tapi itu dulu.Sekarang,meski tetap detail tapi jauh lebih cepat ambil keputusan.Ternyata hal ini diakui,betul oleh anak sulung.Saya membatin“ya betullah,namanya orangtuanya,pasti perhatian dengan perkembangan  anaknya”.Di Surabaya si sulung punya  sahabat karib.Meski mereka ada kesamaan, sama-sama cerianya dan punya solidaritas kuat,tapi sebetulnya ada hal yang bertolak belakang.Anak saya detail,sahabatnya sebaliknya.Persahabatan mereka saling mempengaruhi satu sama lain secara positif.Ya…syukurlah
Untuk mawas diri ,gantian saya bertanya “kalau papa orangnya bagaimana”? dijawab “Pa orangnya KERAS”…..hahhhh ???..saya kaget!.Karena selama ini yang saya rasakan justru anak-anak saya lebih galak ke papahnya daripada sebaliknya.Namun toh untuk memastikan saya bertanya “apa kamu pernah di bully,luka batin dll” Jawabnya “Nggak pernah sih. Bukan itu maksudnya pah,tapi pa orang keras pokok e”
Capai beraktifitas ,biasanya saat malam mudah tertidur.Tapi kali ini  terngiang-ngiang jawaban anak “Pa orangnya KERAS”…wahhh….jangan2 anak-anak pada terluka batin nih.Belum lagi istri….Terus terang jadi kepikiran.

Meski mata merem tapi pikiran melayang berkilas balik.
Saya punya target sampai anak-anak berusia 17 tahun harus meluangkan waktu sebanyak-banyaknya.Pertimbangannya,tidak ingin lihat anak “ujug”2 sudah besar/dewasa. Sesibuk apapun,pokoknya saya ingin berkumpul, bercerita, berbagi secara aktif untuk menanamkan hal2 yang (menurut saya) baik ke anak-anak.Kenapa sampai usia 17 tahun? Ya waktu itu berandai-andai,siapa tahu setelah kuliah diluar kota(meski saya inginnya sih kuliahnya tetap di Semarang).Ternyata tepat.Anak saya yang sulung ,sampai dengan SMA bersama. Tapi,kuliahnya diterima jalur khusus di perguruan tinggi di Surabaya. Melihat semangatnya, sayapun akhirnya setuju,toh sudah sesuai target, sudah bersama sampai lulus SMA .Si bungsu,berbeda.Kami hanya bersama sampai saat Klas 1 SMA.Karena sesuatu hal,akhirnya pindah ke luar kota.Jadilah tidak sesuai target.Sebelum lulus SMA sudah harus berpisah.Lulus SMA ,ternyata si bungsu juga diterima jalur khusus di Perguruan Tinggi yang sama( pilih sendiri)  di Surabaya.
Saya (bersama istri tentunya) berupaya sebisa mungkin memberi pembekalan,sebanyak-banyaknya.Demi pertimbangan disiplin,kesehatan,menghargai waktu, kemandirian, pendidikan,budi pekerti dll kita memang terkadang bila perlu harus “memaksakan”.Dari sikat gigi,kebersihan,bahkan demi anak tidak ngompol,kami meski ngantuk tetap bangun tengah malam untuk “menatur”/membangunkan anak untuk ajak buang air kecil di kamar mandi.Kami biasa tidur bersama satu kamar.Kita tidak akan permisif,berkompromi membiarkan anak (terbiasa) mengompol dengan dalih tidak tega membangunkan dengan argument“sayang anak”. Saat SD kalau pagi anak-anak susah bangun,wajahnya saya perciki dengan air dingin(tujuannya agar ngantuknya hilang),mandi+sarapan dan tidak terlambat ke sekolah. Dll,dll,dll.Hidup memang pilihan.Disatu sisi mendukung minatnya(a.l Biola,Basket,menentukan sendiri Perguruan Tinggi dan Jurusannya).Tapi disisi lain memilih “memaksa” anak sikat gigi.Dan memang,anak-anak tidak ada yang giginya berlubang.Juga tak ada yang berkaca mata.Mungkin ini yang ditafsirkan sebagai KERAS.Bagaimana setelah usia 17 tahun?Saya tak lagi mengatur seperti saat sebelumnya.Lebih banyak mendengar.Berpendapat kalau ditanya ,dan sharing kalau dipandang perlu.Selebihnya obrol ringan saja.

Berhenti Merokok.
Sepulang kerja anak-anak masih kecil biasa menyambut.Badan lelah,pikiran sudah “low batt” mendadak  kembali segar rasanya.Spontan merengkuh anak-anak untuk di gendong sambil dengar celotehan yang selalu berganti topik.Awalnya,lancar-lancar saja. Namun,begitu si sulung lewat balita, mulai berubah. Setiap akan di gendong justru berontak sambil berteriak“….papah bau”.Si bungsupun ketularan.Saat itu saya perokok aktif.
Protes anak-anak “ …papah bau..” mengganggu pikiran dan mengusik batin secara kuat.Sejak itu, berusaha lebih keras untuk berhenti merokok. Merubah persepsi menjadi bukan perokok saja sudah tantangan luar biasa . Jangankan tidak merokok.Saat (sengaja) tidak berbekal rokok saja sudah “aneh”.Dan biasanya  teman-teman langsung menawarkan rokoknya karena dianggap saya “kelupaan”.
Ikuti saran agar ke dokter gigi untuk membersihkan karang/plak yang merupakan “sedimentasi”  nikotin yang menempel di gigi(dihitung sejak SMA/aktif merokok).Konon,plak gigi ex nikotin itu mirip yang menempel di pipa rokok.Kalau tidak dihilangkan ibarat candu.”Sensasi”nya akan kuat menggoda  kembali ke kebiasaan lama (merokok).
Setelah sebelumnya sering gagal berulang, akhirnya bulan September 1997 berhasil berhenti merokok secara total.Semakin yakin bahwa telah bebas dari rokok adalah saat bermimpi merokok,saya bisa mendadak terbangun dan antara sadar-tidak sadar  bergumam kesal pada diri sendiri “…lho kok merokok lagi ya? Khan katanya pingin berhenti?” Jadi,mimpi merokokpun sudah menyesal banget.
Yang sangat disyukuri adalah untuk berhenti merokok  diberi semacam triger/pemicu (“hanya”) berupa protes keras anak-anak“….nggak mau…papah bau…”.Bukan karena sakit….beruntung banget
Saya mungkin “keras”  terhadap anak-anak (meski sebenarnya niatnya JELAS) demi membekali untuk masa depannya. Mudah2an upaya keras (salah satunya) dengan berhenti dari (“hobby”) merokok,bisa menjadi penyeimbang sikap “keras” saya ke anak-anak dimasa lalu.Karena  saya juga  Keras pada diri sendiri.
Apapun,menjadi orangtua memang harus menjadi pembelajar seumur hidup 
(Semarang,8 Juli 2018)                            


0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home