Sekian tahun lalu,sempat terdengar seruan Tobat Nasional.
Istilah Tobat kalau direnungkan terkait dengan kesalahan yang membuat
penyesalan yang sangat dalam dan berujung pada permohonan ampun Kepada Tuhan
Yang Maha Esa.Begitu dalamnya penyesalan, sangat mungkin tak sadar air mata
meleleh ditengah keheningan suasana dan kekhusukan saat relasi dan komunikasi
intens , sejujurnya,tulus dengan Sang Maha Pencipta.Seruan Tobat Nasional
meredup,tak terdengar lagi. Mungkin,karena
kesannya,"upacara/seremonial/ikrar",ada tangisan (massal),dramatisasi
testimoni didukung sound sistem yang bisa "menghipnotis" dan mengaduk
emosi.Meski bisa sebagai pelepas emosi jiwa,tapi kadar spiritual,kesakralannya,
malah pudar.Sehingga tak menyentuh sama sekali.Tak heran meski sempat ada
seruan Tobat Nasional ,KPK justru semakin sering tangkap (tersangka) koruptor.Ironisnya
para tersangka tak jarang tetap penuh senyum,kepala tegak dan lambaian tangan
bak peraih medali emas olimpiade.Kejahatan extra
ordinary hanya bisa dilakukan sistematis segelintir orang. Korbannya justru
mayoritas bangsa Indonesia.Istilah Tobat Nasional terasa kurang tepat kalau
akibat perbuatan segelintir penjahat extra
ordinary,bangsa ini yang jadi korbannya tapi justru (seolah ) yang diminta
berkontribusi untuk bertobat secara nasional.Lebih tepat para pelaku kejahatan extra ordinary dihukum seumur hidup dan
kerja sosial ditempat umum area marginal .Diharapkan akan menyadarkan bahwa
kejahatannya telah berdampak sosial buruk terpuruk secara luas.Kalau hukumannya
bersifat pendek,dapat remisi,perlakuan khusus ,meski dikemas dengan dalih
"bijak" HAM ,bagaimana mungkin kondisi istimewa ini akan melahirkan
penyesalan dalam?apalagi bertobat.Malahan bisa masih merasa VVIP,merasa tak
bersalah,santai makan di restoran.Atau tak sungkan menganggap hukuman yang
diterima itu"cobaan dari Tuhan" Bukan kesetimpalan akibat
kerakusan.Tobat ,ritual dan testimoninya bersifat sangat personal dan Vertikal
sehingga sangat sakral.Begitu sakralnya, Tobat tak perlu tanda,atribut ataupun
status,karena memang tak perlu dipamerkan.Begitu privatnya,sehingga tak perlu
komunitas,tak perlu diorganisir oleh even organizer.Berbeda dengan
Kapok.Silahkan uraikan arti Kapok berdasar pengalaman pribadi.Yang pasti ada
istilah Kapok Lombok.
Semarang,29 September 2015
Purnomo Iman Santoso-EI,