Friday, September 26, 2008

Mewujudkan Birokrasi yang Melayani Masyarakat

Sudah menjadi rahasia umum,ada perasaan tidak nyaman berurusan dengan birokrasi,aparatur pemerintah.Memang,dalam setiap kesempatan selalu disosialisasikan bahwa peran aparat birokrasi adalah melayani masyarakat.Bahkan pada satu kesempatan,Menteri Keuangan pernah bereaksi keras dengan meminta kalangan pengusaha janganlah memberi iming-iming.Konon,ini yang menyebabkan terjadinya praktek suap-menyuap.Kesan yang muncul dari pernyataan diatas adalah bahwa masyarakat cenderung senang jalan pintas.
Pada kenyataan dilapangan sungguh berbeda.Keengganan hingga kemalasan berurusan dengan birokrasi sudah terpateri jadi pemahaman umum.Bahwa,berhubungan dengan birokrasi/instansi pemerintahan adalah harus siap menghadapi kenyataan “kalau bisa dipersulit,kenapa harus dipermudah”
Apa yang diungkapkan bisa menimbulkan pro-kontra. Untuk sementara kalangan warga yang berpengaruh,kondisi diatas terkesan “mengada-ada”.Bagi warga masyarakat yang masuk kategori orang biasa,sikap tidak simpatik,acuh tak acuh,arogan,bahkan marah-marah hanya karena dimintai kwitansi,adalah hal biasa.Bahkan,bagi warga golongan sosial paling bawah,sangat mungkin muncul perasaaan keder,minder berhubungan dengan birokrasi yang seharusnya melayani seluruh lapisan warganya tanpa kecuali. Apalagi ditambah himpitan ekonomi,enggan mengurus dokumen kependudukan yang seharusnya menjadi haknya,adalah hal yang jamak.Ada maupun tak ada program BLT.

Pemerintah terus melakukan perbaikan.Antara lain dengan menugaskan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Semangat mewujudkan service excellent dari jajaran Menpan patut diapresiasi dan didukung dengan sepenuh hati.Masyarakat proaktif memberi masukan,dilain pihak pemerintah melalui instansi terkait harus tanggap. Walau,setiap tahun berulang acara bolos ramai-ramai pada perayaan hari raya,mudah-mudahan tahun ini lebih baik.Sanksi tegas diharapkan membuat jera pembolos.Membolos adalah ujud diabaikannya pelayanan untuk masyarakat.

Menpan dan jajarannya terus mendayagunakan aparatnya. Pelayanan Satu Atap di Samsat Srondol Semarang,bisa jadi contoh.Spirit untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat sangat terasa. Dan semakin baik dari tahun ketahun dengan layanan keliling untuk jemput bola.

Demi kemajuan bersama,penyakit akut harus teratasi tuntas.Kesenjangan melihat penyebab harus diatasi dengan akurat memilah masukan. Dengan demikian, bisa memotret dengan jelas,sejelas-jelasnya,permasalahan inti.
Profesional,Transparan,Accountability,bebas KKN, sudah sering diungkapkan.
Agar perubahan segera terwujud secara berkesinambungan dan dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat,dibawah ini hal-hal dari sudut pandang masyarakat yang mungkin bermanfaat.

-Kompetensi.
Suatu kemajuan yang luar biasa proses perekrutan bebas KKN. Memang, kalau perekrutan didominasi tolok ukur “darah biru”,perkerabatan,dapat dipastikan birokrasi bak Kerajaan.Pengertian melayani,pelayanan,akan diterapkan dalam interpretasi antara junjungan dan abdi dalem..Setelah bebas KKN,Perekrutan berbasis Kompetensi,jadi kebutuhan mendesak. Dengan kompetensi yang sesuai,memudahkan jajarannya menpan menanamkan skill yang berkaitan dengan semangat layanan yang bermutu.Training yang diadakan akan terserap dan bermanfaat dilapangan bagi peserta.Birokrat dengan paradigma baru,dominasi wajah-wajah penuh senyum yang tulus dan bersemangat melakukan pelayanan akan membuat.wajah-wajah “ja-im”(jaga image) ala ambtenaar ,jadi kenangan masa lalu.

-Integritas .
Penekanan peningkatan Profesionalisme sebenarnya kurang tepat.Banyak kasus penyimpangan,menunjukkan bahwa pelakunya sangat professional. Dalam upayanya mendapatkan bukti,KPK sampai harus mengeluarkan dana besar untuk membeli alat sadap tercanggih . Dibutuhkan Integritas, agar Profesionalisme tak disalah gunakan jadi komoditas yang diperjual belikan “dibawah tangan”.
Ada satu cerita karyawan yang bertugas mengurus perpanjangan ijin usaha tempatnya bekerja.Mentaati prosedur dengan berkeliling dari kelurahan hingga kecamatan. Selesai mengurus,dengan spontan minta kwitansi.Reaksi petugas kecamatan?saking alergi terhadap kwitansi resmi,murka dan bersabda “kalau tidak percaya,suruh datang kesini”!. Kwitansi berasal dari Bahasa Belanda Kwitantie artinya tanda pembayaran.Belum ada arti lain.Seperti misalnya,sebagai “tanda bukti tidak percaya”.Kwitansi resmi tidak bisa direpresentasikan dalam bentuk kotak sumbangan,walau ada embel2 sukarela.Karena tidak transparan,juga tidak akuntable.

-Aksi .
Kotak saran selalu tersedia dikantor-kantor. Tak ada isinya,tak otomatis instansi tersebut pelayanannya telah memuaskan publik. Jangan-jangan kotak saran hanyalah jadi assesoris pelengkap kantor.
Bahasa birokrasi,kami akan selalu mendengar,kami akan menampung saran dan aspirasi masyarakat,sering berujung kekecewaan hingga sikap apatis.Masyarakat salah karena terlalu berharap. Birokrasi tidak salah menyanggupi untuk mendengar dan menampung aspirasi.Tapi,masyarakat mengharap tindakan nyata.
Untuk mengatasi “kesalahpahaman”ini,birokrasi perlu tinggalkan kata klise semanis madu,memabokkan bagai candu, yang hanya hasilkan khayalan semu.Gunakan kalimat jelas,berorientasi pada aksi nyata, dan ada konsekwensi pembenahan kedalam. Action is Power,Do More Talk Less,ungkapan ini tepat menggantikan istilah NATO(No Action Talking Only).
Semangat memberi pelayanan terbaik Samsat Srondol Semarang diujudkan dengan aksi nyata mencantumkan service level setiap tahapan kerja di counter layanannya.

-By System
IT harus jadi terobosan untuk atasi penerapan aturan yang berbelit,banyak celah dan tidak praktis. Ini untuk mengoptimalkan sistem.
Dengan IT,jadikan mesin birokrasi running by system bukan running by figure.

-Performance Appraisal
Agar bisa melayani masyarakat dengan baik,kinerja harus prima.Untuk itu penilaian kinerja dengan parameter obyektif,mutlak diperlukan.Ini untuk menghindari subyektifitas dalam menentukan promosi maupun sanksi. Tak ada lagi “rapot” dengan ukuran abu-abu.Senioritas tetap dihargai sepanjang kinerja bagus. Tidak sehat bila kinerja tak bagus dimanipulasi dengan dalih “ewuh-pakewuh”,”budaya ketimuran” yang diterapkan secara tidak semestinya. Apalagi dilanggengkan dan dianggap sebagai kewajaran.
Jepang,RRC,Malaysia,Singapura,Korea juga menganut budaya ketimuran.Mereka maju karena Performance Appraisal ditetapkan semestinya.

Tidak selengkap masukan pakar dibidangnya, mudah2an masukan dari kaca mata praktis warga masyarakat,bisa dijadikan penyeimbang demi segera terciptanya Birokrasi yang berbudaya kerja baru.Bersih dan berorientasi melayani rakyat.

Semarang,26-9- 2008
Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II,Blok G No.10,Srondol,
Semarang

Wednesday, September 17, 2008

Agar Semarang Semakin Mempesona

Melewati kawasan Kampung kali,Jl Diponegoro, sejenak kita lupa kegersangan kemarau di Semarang.Apalagi Jl. Setiabudi, depan asrama Banteng Raider Srondol, asri,lengkap dengan ratusan burung blekoknya.
Hijau, angin sepoi, jadi kebutuhan semua orang,apalagi Bumi Makin Panas.Sering dijumpai warga memanfaatkan kerindangan pohon untuk berteduh.Tak terbatas abang becak,pedagang kaki lima dan pejalan kaki.Pengemudi roda empat rela berhenti agak jauh dari traffic light yang menyala merah demi mendapat ruang jalan yang terik mataharinya terhalang kerindangan pohon.Sirkulasi udara sehat kebutuhan semua. Kesegaran udara tak tergantikan AC sepenuhnya,sekalipun ada genset saat listrik mati.
Dibanding ibu kota provinsi lain yang ada di Pulau Jawa, kondisi geografis Semarang termasuk istimewa.Satu-satunya yang mempunyai perbukitan sekaligus pantai, maka dikenal ada kota atas dan kota bawah. Jakarta,Surabaya,Jogjakarta,Bandung tak selengkap ini.
Semarang sangat memungkinkan menjadi kota yang nyaman.Ini terwujud bila penataan kota semakin memperhatikan pemeliharaan ataupun pengembangan jalur-jalur hijau.Kondisi saat ini masih sangat mungkin ditingkatkan.Banyak jalur hijau yang pepohonannya sudah tumbuh sehat hanya perawatannya perlu seksama.Pemangkasan yang berkesan asal-asalan mengakibatkan fungsi pohon sebagai peneduh tidak optimal,disamping mengabaikan estetika. Banyak juga area yang (masih) “gundul”/digunduli.
Kalau dicermati,ada beberapa hal yang mengakibatkan kurang terawatnya maupun kurang berkembangnya jalur hijau ini .
-Lokasi yang tak tepat.
Perkembangan kota dan fasilitasnya menuntut dinas terkait harus cermat dalam menentukan lokasi yang akan ditanami pohon peneduh jalan.Pohon yang ditanam dekat tiang listrik/telpon,dibawah jalur kabel listrik,dekat saluran air,dapat dipastikan tidak akan tumbuh dan berfungsi seperti yang diharapkan. Dikawatirkan dahannya mengakibatkan konsleting saat hujan angin,dipangkas. Atau tak jarang pohon pun ditebang karena akarnya merusak atau mengganggu.

-Jenis pohon
Ini banyak dijumpai pada pohon angsana dan sejenisnya.Walau cepat tumbuh,daunnya yang mudah rontok,merepotkan warga sekitar untuk sering membersihkan halaman hingga atap rumah agar saluran air tidak mampat.Dahannya yang rapuh mudah patah membahayakan orang lalu lalang.Ini berakibat pohon dipangkas mengabaikan fungsi(peneduh) nya. Tak jarang malah ditebang.

-Kurangnya Komitmen.
Pohon masih sehat,rindang tidak ada keluhan warga,namun ditebang.Seperti tampak pada (bekas) beberapa pohon disekitar depan SMA Sint Louis,Jl Setiabudi(tanah putih) Semarang .Kalau lihat lokasinya dipinggir jalan raya,yang menebang bukan warga . Ini juga tampak pada alih fungsi lahan untuk perumahan maupun kawasan industri tanpa persiapan cepat-tepat kawasan hijau pengganti.
Perlu cara yang sesuai dengan perkembangan jaman agar pohon tumbuh secara jangka panjang. Ada beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan pertimbangan.

-Perencanaan Prima.
Tanam jenis pohon peneduh yang relatif aman,nyaman dan tidak terlalu mengotori lingkungan.Jaman dulu, pohon peneduh terdiri dari asam jawa,kenari dan lain-lain.Pemerintah kolonial Belanda pasti telah mempelajari keunggulan jenis pohon ini.Dibeberapa lokasi seperti di sebagian Jl Pemuda, Jl Sultan Agung Semarang, jalan diluar kota,masih banyak dijumpai. Perhitungkan jarak saat menanam,agar pohon dapat tumbuh sehat. Bila terpaksa harus ditebang,pohon pengganti harus sudah tumbuh lebih dahulu.
Dengan berkembangnya area usaha,kantor hingga dipelosok kota, lokasi penanaman pohon penghijauan perlu disesuaikan.Lebih bermanfaat,menanam pohon peneduh dijalur pembatas jalan,dari pada memasang TV Raksasa ataupun baliho iklan yang justru bisa membahayakan pengguna jalan.
Pertimbangannya, jalur pemisah relative bebas dari kabel listrik,telpon,PAM maupun saluran air.Diharapkan,pohon bisa tumbuh lebih leluasa.
Pohon yang ditanam dengan pola lama(di sisi jalan) di kota hampir dipastikan tidak bertahan lama.Baik karena pihak yang menanam kurang memperhitungkan lokasi dan pertumbuhan pohon nantinya,ataupun karena pengembangan lokasi. Adanya dinamika ini,bisa saja lokasi pohon menjadi tidak pas.Diprediksi akan mengganggu,pasti akan mati atau di’mati”kan.Karena pengembangan tempat usaha,pohon bisa jadi menghalangi akses.Ataupun (bila tumbuh)dahannya akan terlalu dekat menempel bangunan.Disamping merusak,ada resiko keamanan.

-Paradigma baru .
Pohon sebagai asset bersama warga maupun pemda.Jadi,bila akan ditebang ataupun dialih fungsikan,harus ada alasan jelas,bisa diterima warga. Dengan demikian,dalih kepentingan umum akan dirasakan secara tepat. Ini penting,agar tak terjadi lagi keluhan warga seperti atas ditebangnya pohon peneduh di Jl Diponegoro Salatiga. Ataupun tak lagi terjadi di”rajah”/”tattoo” nya sebuah pohon di Jl Diponegoro Semarang dengan dalih “seni” yang menimbulkan kontroversi,beberapa waktu lalu.

-Ratio Ideal
Perlunya ditentukan ratio ideal antara jumlah petugas lapangan dengan pohon yang mesti dirawat..Agar perawatan dan monitoring optimal. Pohon tak lagi beralih sebagai media kampanye,pemangkasan tak lagi asal-asalan,karena estetika jadi pertimbangan penting.Juga ratio ideal untuk kawasan hijau sehingga ada kompensasi untuk alih fungsi lahan.

-Parameter
Keberhasilan penghijauan tidak lagi pada berapa “ratus juta” yang ditanam,tapi dari banyaknya yang tumbuh terawat dengan tetap memperhatikan fungsi sebagai pohon peneduh.

-Will Power
Pemerintah berkemauan kuat.Melalui dinas terkait proaktif dan menindak lanjuti feed back maupun saran masyarakat.

Masukan diatas memang belum sempurna.Ada perkecualian.Contohnya,saat Sidang Umum MPR(Pilpres) tahun 1999.Ditebangnya banyak pohon peneduh di sepanjang jalan Jogja-Solo oleh massa yang kecewa terhadap hasil pilpres.Apapun alasannya,hal ini tentu tidak dapat dibenarkan. Demi emosi sesaat, tidak bijak korbankan pohon yang memberi kontribusi udara sehat bagi semua .
Terwujudnya Semarang Yang Semakin Hijau dengan makin menjamurnya paru-paru kota,pasti akan berdampak sangat positif.Penyerapan CO2 dari gas buang kendaraan dibarengi produksi oksigen oleh jalur hijau,akan meningkat pesat.Tak perlu memasang papan elektronik indikator kualitas udara disudut kota,dipastikan udara semakin kaya O2.Indikatornya simple,murah,akurat.Udara dirasakan semakin segar.Manfaat banyaknya pohon juga banyak menyerap air hujan, akan memberi kontribusi menahan abrasi air laut.
Mungkin tak sepopuler mendatangkan dan mengalirnya modal investor untuk tumbuhnya mall,bertebarannya hotel berbintang dan penuh sesaknya baliho promosi,yang digunakan sebagai indikasi majunya perekonomian. Namun,penghijauan yang berkualitas juga bentuk investasi penting yang bersifat saling melengkapi.

Dari Go Green ,Semarang akan semakin mempesona untuk Go International.

Semarang, 17 September 2008
Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II,Blok G No.10,Srondol,
Semarang