Mewujudkan Birokrasi yang Melayani Masyarakat
Sudah menjadi rahasia umum,ada perasaan tidak nyaman berurusan dengan birokrasi,aparatur pemerintah.Memang,dalam setiap kesempatan selalu disosialisasikan bahwa peran aparat birokrasi adalah melayani masyarakat.Bahkan pada satu kesempatan,Menteri Keuangan pernah bereaksi keras dengan meminta kalangan pengusaha janganlah memberi iming-iming.Konon,ini yang menyebabkan terjadinya praktek suap-menyuap.Kesan yang muncul dari pernyataan diatas adalah bahwa masyarakat cenderung senang jalan pintas.
Pada kenyataan dilapangan sungguh berbeda.Keengganan hingga kemalasan berurusan dengan birokrasi sudah terpateri jadi pemahaman umum.Bahwa,berhubungan dengan birokrasi/instansi pemerintahan adalah harus siap menghadapi kenyataan “kalau bisa dipersulit,kenapa harus dipermudah”
Apa yang diungkapkan bisa menimbulkan pro-kontra. Untuk sementara kalangan warga yang berpengaruh,kondisi diatas terkesan “mengada-ada”.Bagi warga masyarakat yang masuk kategori orang biasa,sikap tidak simpatik,acuh tak acuh,arogan,bahkan marah-marah hanya karena dimintai kwitansi,adalah hal biasa.Bahkan,bagi warga golongan sosial paling bawah,sangat mungkin muncul perasaaan keder,minder berhubungan dengan birokrasi yang seharusnya melayani seluruh lapisan warganya tanpa kecuali. Apalagi ditambah himpitan ekonomi,enggan mengurus dokumen kependudukan yang seharusnya menjadi haknya,adalah hal yang jamak.Ada maupun tak ada program BLT.
Pemerintah terus melakukan perbaikan.Antara lain dengan menugaskan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.
Semangat mewujudkan service excellent dari jajaran Menpan patut diapresiasi dan didukung dengan sepenuh hati.Masyarakat proaktif memberi masukan,dilain pihak pemerintah melalui instansi terkait harus tanggap. Walau,setiap tahun berulang acara bolos ramai-ramai pada perayaan hari raya,mudah-mudahan tahun ini lebih baik.Sanksi tegas diharapkan membuat jera pembolos.Membolos adalah ujud diabaikannya pelayanan untuk masyarakat.
Menpan dan jajarannya terus mendayagunakan aparatnya. Pelayanan Satu Atap di Samsat Srondol Semarang,bisa jadi contoh.Spirit untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat sangat terasa. Dan semakin baik dari tahun ketahun dengan layanan keliling untuk jemput bola.
Demi kemajuan bersama,penyakit akut harus teratasi tuntas.Kesenjangan melihat penyebab harus diatasi dengan akurat memilah masukan. Dengan demikian, bisa memotret dengan jelas,sejelas-jelasnya,permasalahan inti.
Profesional,Transparan,Accountability,bebas KKN, sudah sering diungkapkan.
Agar perubahan segera terwujud secara berkesinambungan dan dapat dirasakan secara luas oleh masyarakat,dibawah ini hal-hal dari sudut pandang masyarakat yang mungkin bermanfaat.
-Kompetensi.
Suatu kemajuan yang luar biasa proses perekrutan bebas KKN. Memang, kalau perekrutan didominasi tolok ukur “darah biru”,perkerabatan,dapat dipastikan birokrasi bak Kerajaan.Pengertian melayani,pelayanan,akan diterapkan dalam interpretasi antara junjungan dan abdi dalem..Setelah bebas KKN,Perekrutan berbasis Kompetensi,jadi kebutuhan mendesak. Dengan kompetensi yang sesuai,memudahkan jajarannya menpan menanamkan skill yang berkaitan dengan semangat layanan yang bermutu.Training yang diadakan akan terserap dan bermanfaat dilapangan bagi peserta.Birokrat dengan paradigma baru,dominasi wajah-wajah penuh senyum yang tulus dan bersemangat melakukan pelayanan akan membuat.wajah-wajah “ja-im”(jaga image) ala ambtenaar ,jadi kenangan masa lalu.
-Integritas .
Penekanan peningkatan Profesionalisme sebenarnya kurang tepat.Banyak kasus penyimpangan,menunjukkan bahwa pelakunya sangat professional. Dalam upayanya mendapatkan bukti,KPK sampai harus mengeluarkan dana besar untuk membeli alat sadap tercanggih . Dibutuhkan Integritas, agar Profesionalisme tak disalah gunakan jadi komoditas yang diperjual belikan “dibawah tangan”.
Ada satu cerita karyawan yang bertugas mengurus perpanjangan ijin usaha tempatnya bekerja.Mentaati prosedur dengan berkeliling dari kelurahan hingga kecamatan. Selesai mengurus,dengan spontan minta kwitansi.Reaksi petugas kecamatan?saking alergi terhadap kwitansi resmi,murka dan bersabda “kalau tidak percaya,suruh datang kesini”!. Kwitansi berasal dari Bahasa Belanda Kwitantie artinya tanda pembayaran.Belum ada arti lain.Seperti misalnya,sebagai “tanda bukti tidak percaya”.Kwitansi resmi tidak bisa direpresentasikan dalam bentuk kotak sumbangan,walau ada embel2 sukarela.Karena tidak transparan,juga tidak akuntable.
-Aksi .
Kotak saran selalu tersedia dikantor-kantor. Tak ada isinya,tak otomatis instansi tersebut pelayanannya telah memuaskan publik. Jangan-jangan kotak saran hanyalah jadi assesoris pelengkap kantor.
Bahasa birokrasi,kami akan selalu mendengar,kami akan menampung saran dan aspirasi masyarakat,sering berujung kekecewaan hingga sikap apatis.Masyarakat salah karena terlalu berharap. Birokrasi tidak salah menyanggupi untuk mendengar dan menampung aspirasi.Tapi,masyarakat mengharap tindakan nyata.
Untuk mengatasi “kesalahpahaman”ini,birokrasi perlu tinggalkan kata klise semanis madu,memabokkan bagai candu, yang hanya hasilkan khayalan semu.Gunakan kalimat jelas,berorientasi pada aksi nyata, dan ada konsekwensi pembenahan kedalam. Action is Power,Do More Talk Less,ungkapan ini tepat menggantikan istilah NATO(No Action Talking Only).
Semangat memberi pelayanan terbaik Samsat Srondol Semarang diujudkan dengan aksi nyata mencantumkan service level setiap tahapan kerja di counter layanannya.
-By System
IT harus jadi terobosan untuk atasi penerapan aturan yang berbelit,banyak celah dan tidak praktis. Ini untuk mengoptimalkan sistem.
Dengan IT,jadikan mesin birokrasi running by system bukan running by figure.
-Performance Appraisal
Agar bisa melayani masyarakat dengan baik,kinerja harus prima.Untuk itu penilaian kinerja dengan parameter obyektif,mutlak diperlukan.Ini untuk menghindari subyektifitas dalam menentukan promosi maupun sanksi. Tak ada lagi “rapot” dengan ukuran abu-abu.Senioritas tetap dihargai sepanjang kinerja bagus. Tidak sehat bila kinerja tak bagus dimanipulasi dengan dalih “ewuh-pakewuh”,”budaya ketimuran” yang diterapkan secara tidak semestinya. Apalagi dilanggengkan dan dianggap sebagai kewajaran.
Jepang,RRC,Malaysia,Singapura,Korea juga menganut budaya ketimuran.Mereka maju karena Performance Appraisal ditetapkan semestinya.
Tidak selengkap masukan pakar dibidangnya, mudah2an masukan dari kaca mata praktis warga masyarakat,bisa dijadikan penyeimbang demi segera terciptanya Birokrasi yang berbudaya kerja baru.Bersih dan berorientasi melayani rakyat.
Semarang,26-9- 2008
Purnomo Iman Santoso
Villa Aster II,Blok G No.10,Srondol,
Semarang