Thursday, December 07, 2017

"DOKTRIN" MEMBAHAGIAKAN ORANG TUA



Setelah hadiri pernikahan sahabatnya ,anak saya Senin pagi 4/12/2017(ambil cuti 1 hari) bersiap pulang Surabaya.Sambil sarapan bersama, oma 92 thn(masih sehat), berbincang dan memberikan wejangan. Secara umum sependapat.Namun saat anak di pesankan untuk “membahagiakan orang tua” saya spontan sambil menggelengkan kepala berkata ke anak saya “Yang penting justru kamu (anak-anak) harus bahagia,itu utama” .Tidak setuju kalau nantinya mereka (yang juga bakal berkeluarga) masih harus dibebani lagi kewajiban untuk bahagiakan orangtuanya.Buat saya yang penting anak-anak (dan keluarganya)yang harus bahagia (kelak).Saya sendiri harus Sehat,Berdikari,Produktif,Sejahtera, Bermanfaat,Bahagiakan keluarga (dan banyak orang)….. sampai pinjaman waktu habis.
Setelah menjadi orangtua, sering merasa belum bisa memenuhi keinginan keluarga.Baik keinginan pribadi membahagiakan keluarga,termasuk memenuhi keinginan-keinginan anak-anak yang muncul. Seringkali ,karena situasi dan kondisi yang belum sepenuhnya siap, yang berbau life style,konsumtif(meski dalam batas tertentu juga wajar dan perlu) harus saya nomor dua, dst kan.Buat saya prioitas utama adalah Kebutuhan Sandang,pangan,papan, Kesehatan, Pendidikan, social/ berkomunitas,produktivitas, antara lain yang lebih mutlak dipenuhi. Sebagai kompensasi belum terpenuhinya keinginan ,saya sangat mensupport untuk hal-hal yang bersifat (istilah kekiniannya), passion. Selalu saya pesankan berulang;Pokoknya…yang di Senang i sebisanya harus MAHIR;yang tidak di senang i (tapi ada manfaat) ya sebaiknya BISA. Plus Bonus tidak pernah menuntut harus ranking “Kalau sekolah Harus Senang,berteman sebanyak-banyaknya.Sudah Bayar mahal-mahal, harus (jaga ke) sehat(an).”.Pesan ini muncul begitu saja dan tidak ilmiah, karena hanya berdasarkan pengalaman pribadi. Bisa jadi ini hanya merupakan penjabaran yang sering ditekankan dan ditanamkan orang tua saya doeloe; Harus Berdikari.Tapi yang dipesankan Omanya anak-anak tidak keliru dan wajar,karena itu refleksi masa kecilnya dimana banyak keinginan,bahkan yang belum kepinginpun, sudah terwujud dan tersedia(seperti yang sering dinostalgiakan)
Kilas Balik.23 Desember 1993,24 tahun lalu.
Sehabis jam kliring +/- 13.30 saya dihampiri sekretaris pimpinan ,namanya Unarti.Dia beritahu kalau ada interlokal dari Purwokerto yang meminta saya segera pulang karena ayah saya opname di Rumah Sakit.sebetulnya dari pagi ada inlok dari Purwokerto cari Tjo Liong…saya bilang salah sambung.Barusan diph lagi kalau yang dimaksud itu Purnomo Iman Santoso…sorry lho pur” .Rumah ortu tidak punya pesawat phone.Depan rumah tempat mangkal angkot jurusan Purwokerto.Belakangan baru tahu,Ibu saya titip surat “Kilat” ke sopir angkot untuk disampaikan ke om saya yang punya phone (untuk interlokal saya ke Semarang/kantor), beralamat di kebon dalem-Purwokerto,yang kebetulan depan rumahnya(juga) tempat mangkal angkot.
Bergegas minta ijin atasan dan pulang rumah untuk kemudian pamit istri(anak saya ,2 thn, baru kurang sehat).Segera ke jl Dr Cipto ,dapat bis jurusan jogja.Turun di Secang,pas ada bis jurusan Wonosobo sudah penuh siap berangkat.Jam 19 an tiba di terminal Wonosobo sudah sepi.Ada Colt Station berjalan lambat menghampiri sambil kernetnya berteriak “Klampok…Klampok….terakhir”.Semakin dekat, mendadak sang sopir memanggil nama saya….oalah ternyata teman sekampung.Meski sudah penuh dia minta saya naik,karena sudah tidak ada kendaraan lagi.Diminta duduk di depan,di tengah-tengah 2 penumpang (jaman itu Colt T 120 meski kapasitas tempat duduk depan normalnya 3 orang termasuk sopir,tapi sering diisi 4 orang). Sekitar jam 20.30 ,sampai di Klampok sudah sepi,becakpun sudah tidak ada.Hujan rintik-rintik berjalan kaki ke Rumah Sakit Immanuel,langsung minta ijin membesuk.
Bersyukur ayah saya sudah membaik,(masuk RS pagi hari )dan esoknya sudah diijinkan pulang.Ingat persis, karena kali ke dua mengurus ayah saya keluar rumah sakit bertepatan dengan malam Natal.(RS Bethesda Jogjakarta 24 Desember 1982;RS Immanuael Purworejo-Klampok 24 Desember 1993)

Kembali ke topic “membahagiakan orangtua”.
Sejujurnya,saat memutuskan untuk segera pulang, dalam kondisi bingung berat dan linglung ringan. Anak sedang tidak sehat,istri sendirian,saat itu tanggal tua.Mengenang kembali , kalau diingat-ingat, semua terjadi begitu saja.Diperjalanan, lebih banyak terbayang anak(yang sedang sakit) juga istri yang sendirian dengan uang pas-pas an; meski wajah ayah(+ibu yang pasti baru gelisah) berulang kali (juga) terlintas. Sama sekali Tidak ada pikiran ,terpikir “untuk membahagiakan orang tua,berbakti pada ortu,agar dst dst dst”.Semua serba Spontan,by insting untuk ikuti kata hati saja.Meski situasi sangat dilematis. Bersyukur,setelah 24 tahun berlalu jadi kenangan baik dan tanpa sesal.Itu saja.