Lawang Sewu, gedung-gedung di kawasan
kota lama yang berarsitektur Eropa, Toko Oen, menjadi daya tarik tersendiri
menggairahkan wisatawan dari Belanda dan Eropa untuk berkunjung ke Semarang khususnya dan
Indonesia umumnya.Bestik lidah sapi,kue keringan/lidah kucing,maccaroni skottel
, juga spekkoek –“kue lapis” dengan
campuran mentega-kuning telor-terigu, aneka kue resep lezat warisan selera“colonial”
benar-benar layak untuk terus ada,karena akan memperkaya dan menambah
warna kuliner nusantara . Jaringan jalan
Kereta Api,juga warisan kolonial.Untuk yang masih berguna dan terus memberi
manfaat bagi bangsa Indonesia ,meski warisan kolonial,tak ada salahnya di
lestarikan.Bahkan harus dikembangkan.
Jaman penjajahan
, untuk menggerakan pemerintahan, dikelola birokrat yang mendapat julukan Abtenar.Konon,mereka
digaji oleh Kerajaan Belanda.Para Abtenar
menjalankan tugas-tugas untuk melayani
kepentingan Kerajaan dan Rakyat Belanda.Tak heran,kalau di kisah komik,para
abtenar ini umumnya bersikap merendahkan terhadap warga yang tinggal di Hindia
Belanda.Yang mereka hormati tentunya hanya para petinggi belanda/VOC dan sesama
warga Belanda yang memang menjadi junjungannya.Tak Heran,sejarah menunjukkan
kisah2 semua suku dan ras melakukan pemberontakan bahkan secara bahu membahu.
17 Agustus 1945
,Indonesia Merdeka.Belanda,Jepang, enyah dari negeri ini. Sebagai bangsa
merdeka kita dituntut harus melengkapi
diri dengan aparat hingga birokrat untuk
menggerakkan roda pemerintahan. Secara bertahap,menata diri,sampai akhirnya
system terbentuk. “Rumah Tangga” Negara pun butuh pembiayaan untuk menggaji
para aparatur dan birokrat.Wargapun diminta urunan,dipungutlah pajak.Pajak yang terkumpul,untuk menggaji
operasional para pengurus Negara tersebut.Namun ada yang mengganjal.Masyarakat
masih sering sekali menjumpai pelayanan yang berstandar ganda.Kualitas
pelayanan tidaklah sama.Tidak terbantahkan kalau melayani pejabat/aparat/elite,pasti
kualitas pelayanan prima.Kalau jelata,orang biasa ,pelayanan berbeda atau
bahkan ala kadarnya.Memang telah dicanangkan reformasi birokrasi.Tapi
ketrampilan birokrat untuk memetakan,dan memberi pelayanan sesuai “kasta” ,masih
saja terjadi.Meski sudah mulai ada perubahan,tapi belum optimal.Gubernur DKI
Jakarta,beberapa kali melakukan sidak,sering menjumpai masyarakat mengantri.Karena
sang birokrat di jam kerja yang semestinya, ternyata belum ditempat. Iseng-iseng
buka kamus Belanda-Indonesia yang disusun oleh Yan Tirtobisono,Penerbit
Apollo-Surabaya.Menelusuri huruf A mencari arti kata Abtenar,lho kok tidak ada.
Coba lebih teliti, akhirnya …..ketemu.Ternyata istilah yang benar adalah Ambtenaar yang artinya adalah Pegawai Negeri.
Ah ketemu sudah penyebabnya
kenapa para birokrat dan aparat mempunyai standar ganda saat melayani.Ya ,karena
predikat mereka adalah Pegawai Negeri(=ambtenaar
yang dibahasa Indonesiakan). Paradigmanya ,pegawai Negeri maka yang menggaji
adalah Negara.Atasannya adalah (pejabat)Negara,sehingga kepada merekalah segala
pelayanan prima dicurahkan .Bahkan ada satu masa atasan pegawai negeri identik dengan partai berkuasa.Mungkin ,karena
ini,kalangan pegawai negeri tidak merasa bahwa yang menggaji adalah sebetulnya (dari
pajak yang dibayar) masyarakat/ rakyatnya.Tak heran,fasum-fasos hanya akan
segera dirapikan,bila perlu dibangun
secara tergesa-gesa,demi pejabat yang mau lewat dalam hitungan menit
atau berkunjung dalam hitungan jam.Untuk kemudian dibiarkan tak terawat,meski warga
masyarakat, membutuhkan fasum-fasos tsb sehari-hari.
Untuk menunjang
suksesnya reformasi birokrasi yang berorientasi pelayanan prima untuk publik, melengkapi
pola lelang jabatan yang telah dimulai di DKI-Jakarta,perlu dipikirkan untuk
mengganti istilah Pegawai Negeri ini dengan menggunakan istilah baru yang
semangatnya sejalan dengan pelayanan prima untuk masyarakat.Dalam pemahaman
sebagai awam,mungkin karena istilah Pegawai Negeri ini artinya Ambtenaar,maka pada prakteknya semangat
mengabdinya sebetulnya bukan ke masyarakat(meski sering menyebut diri sebagai
abdi masyarakat). Seperti halnya Devide
et impera,spirit eksploitasi ala VOC; spirit ambtenaar adalah warisan
colonial yang merugikan.Karena
semangatnya tidak berorientasi kepentingan
pelayanan prima kepada rakyat Indonesia.Warisan Kolonial jenis (merugikan)
seperti ini yang tak boleh dilestarikan.
Semarang
,27 Juni 2014
(Purnomo
Iman Santoso-EI),
Villa Aster
II Blok G no. 10,Srondol,
Semarang
50268